Tuesday, 10 July 2012

Israiliyat



ISRA’ILIYYAT
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas bidang studi Ilmu Al – Qur’an dari Bapak Prof. Dr. Phil. H. M. Nur kholis Setiawan, MA.
 










Disusun Oleh :
1.       Abdul Rahman (11380081)
2.       Candra Setiawan (11380082)
3.       M. Ishlahul Umam A (11380083)
4.       Ismail al fariqie (11380080)


MUAMALAT
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA 2011 / 2012


ISRA’ILIYYAT
1.   Pengertian isra’iliyyat
 Kata Israiliyat, secara etimologis merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah; nama yang dinisbahkan kepada kata Israil (Bahasa Ibrani) yang berarti ‘Abdullah (Hamba Allah).
Secara terminologis, kata israiliyyat, kendati pada mulanya hanya menunjukkan riwayat yang bersumber dari kaum Yahudi.
       Ada ulama yang mendefinisikan israiliyyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada setiap hal yang berhubungan dengan tafsir maupun hadis berupa cerita atau dongeng-dongeng kuno yang dinisbahkan pada asal riwayatnya dari sumber Yahudi, Nasrani atau lainnya. Di katakan juga bahwa israiliyyat termasuk dongeng yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadis yang sama sekali tidak ada dasarnya dalam sumber lama. Kisah atau dongeng tersebut sengaja diselundupkan dengan tujuan merusak akidah kaum Muslimin. [1]

Definisi para ulama tafsir dan hadis tentang pengertian isra’iliyyat
a)      Menurut Ahmad Khalil Arsyad, israiliyyat adalah kisah-kisah yang diriwayatkan dari Ahl al-Kitab, baik yang ada hubungannya dengan agama mereka ataupun tidak
b)      Menurut Muhammad bin Muhammad abu Syahbah, Isra’liyyat adalah pengetahuan yang bersumber dari Bani Isra’il, kitab dan pengetahuan mereka, atau dongeng dan kebohongan mereka. Namun yang lebih tepat adalah yang di kemukakan oleh Ali Al-Hasan, bahwa isra’iliyyat ini lebih spesifik menunjukan corak keyahudian, disebabkan waktu itu aspek keyahudian tersebut sangat kental sehingga banyak terjadi penukilan dari mereka. Waktu itu jumlah mereka banyak dan tradisi mereka juga menonjol ketimbang orang Kristen. Mereka juga bergaul dengan kaum muslim.

Ada beberpa pendapat yang menyatakan bahawa Israiliyyat membawa beberapa maksud,yaitu :
v  Cerita-cerita terdahulu dan riwayat yang banyak bersumberkan daripada golongan Yahudi berbanding Nasrani.
v  Riwayat yang disampaikan oleh perempuan Yahudi atau Nasrani.
v  Perkara yang masuk ke dalam kitab karangan ulama’ silam terutamanya dalam bidang tafsir yang mempunyai susur galur riwayat samada daripada Yahudi atau Nasrani. Adapun riwayat yang tiada asal dan tergantung maka ia dikira sebagai khurafat, atau kisah-kisah palsu.



Kisah-kisah Israiliyyat juga terbagi menjadi tiga macam:
1.      Kisah yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut adalah haq
2.      Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa kisah tersebut adalah dusta, maka ini adalah bathil
3.       Kisah yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa kisah tersebut adalah dusta, maka ini adalah bathil.

2.   Macam-macam isra’iliyat
Cerita-cerita Israiliyat terbagi menjadi tiga bagian, tetapi ada juga yang berbeda pandangan.
Jika dilihat dari sudut sahih dan tidaknya, cerita Israiliyat terbagi pada cerita yang sahih dan cerita yang daif (termasuk daif yang maudu). Contoh dari cerita Israiliyyat yang sahih, adalah apa yang dikemukakan oleh Ibnu Kasir di dalam tafsirnya dari Ibnu Jarir, seperti dikatakan: “Menceritakan kepada kami Mustani dai Usman bin Umar dari Fulailah dari Hilala bin Ali dari Ata bin Yasir, ia berkata Aku telah bertemu dengan Abdullah bin Amr dan berkata kepadanya: Ceritakanlah olehmu kepadaku tentang sifat Rasulullah yang diterangkan di dalam Kitab Taurat! Ia berkata: Ya, demi Allah, sesungguhnya sifat Rasulullah di dalam Taurat sama seperti yang diterangkan di dalam Quran: “Wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringantan”, dan pemelihara orang-orang ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan rasul-Ku, namamu dikagumi, engkau tidak kasar dan tidak pula keras. Allah tidak akan mencabut nyawanya sebelum agama Islam tegak dan lurus, yaitu dengan ucapan: Tiada Tuhan yang patut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah. Dengannya pula Allah akan membuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli, membuka mata yang buta. Atau berkata: Kemudian aku bertemu dengan Ka’b, lalu kau bertanya kepadanya tentang masalah tersebut. Maka tidak ada perbedaan kata apa pun juga, kecuali Ka’b berkata, telah sampai kepadanya: Qulubun Gaulifiyyah (hati yang tertutup), telinga yang tuli dan mata yang buta”.
Contoh cerita Israiliyat yang daif, adalah asar yang diriwayatkan oleh Abu Muhammad bin Abdurrahman dari Abu Hatim Ar-Razi, kemudian dinukil oleh Ibnu Kasri di dalam Tafsirnya, dalam rangka menguraikan ayat pada surat Qaf ia berkata: “Sesungguhnya asar tersebut adalah asar yang garib yang tidak sahih, dan ia menganggapnya sebagai cerita khurafat Bani Israil”, lengkapnya asar tersebut, sebagai berikit:[2]
“Ibnu Abu Hatim berkata, telah berkata ayahku, ia berkata: Aku mendapat cerita dari Muhammad bin Ismail Al-Makhzumi, telah menceritakan kepadaku Lais bin Abu Sulaim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Allah telah menciptakan di bawah ini laut yang melingkupnya, di dasar laut. Ia menciptakan sebuah gunung disebut gunung Qaf. Langit dunia ditegakkan di atasnya. Di bawah gunung tersebut Allah mencipatakan bumi seperti bumi ini, yang jumlahnya tujuh lapis. Kemudian di bawahnya ia mencipatakan laut yang melingkupnya. Di bawahnya lagi ia menciptakan laut yang melingkupnya. Di bawahnya lagi ia mencipatakan sebuah gunung lagi, yang juga bernama gunung Qaf Langit jenis kedua diciptakan di atasnya. Sehingga jumlah semuanya: tujuh lapis bumi, tujuh lautan, tujuh gunung dan tujuh lapis langit. Kemudian ia berkata: Uraian itu merupakan maksud dari firman Allah dari surat Luqman yang artinya:
….dan laut (menjadi tintan), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya…..”. (QS. Luqman: 27).
Terhadap asar ini Ibnu Kasir mengaitkannya dengan menyatakan sanad dari asar ini terputus. Jika dilihat dari segi ini, cerita Israiliyyat terbagi menjadi tiga bagian: Pertama, yang sesuai dengan syariat kit. Kedua, yang bertentangan dengan syariat dan ketiga yang didiamkan (maksud anhu), yakni tidak terdapat di dalam yang menyatakan tidak ada manfaatnya. [3]


3.   Latar Belakang Timbulnya Isra’iliyaat

          Sebelumnya Islam datang, ada satu golongan yang disebut dengan kaum Yahudi, yaitu sekelompok kaum yang dikenal mempunyai peradaban yang tinggi dibanding dengan bangsa Arab pada waktu itu. Mereka telah membawa pengetahuan keagamaan berupa cerita-cerita keagamaan dari kitab suci mereka.

          Pada waktu itu mereka hidup dalam keadaan tertindas. Banyak diantara mereka yang lari dan pindah ke jazirah Arab. Ini terjadi kurang lebih pada tahun 70 M. Pada masa inilah diperkirakan terjadinya perkembangan besar-besaran kisah-kisah Israiliyat, kemudian mengalami kemajuan pada taraf tertentu. Disadari atau tidak terjadilah proses percampuran antara tradids bangsa Arab dengan Khasanah tradisi Yahudi tersebut.

          Dengan kata lain, adanya kisah Isra’illiyat merupakan konsekuensi logis dari proses akulturasi budaya dan ilmu pengetahuan antara bangsa Arab Jahiliyah dan kaum yahudi serta Nasrani.

Pendapat lain menyatakan bahwa timbilnya Isra;iliyyat adalah:

 Pertama, karena semakin banyaknya orang-orang Yahudi yang masuk Islam sebelumya mereka adalah kaum yang berperadapan tinggi. Takkala masuk Islam mereka tidak melepaskan seluruh ajaran-ajaran yang mereka anut terlebih dahulu, sehingga dalam pemahamannya sering kali tercampur antara ajaran yang mereka anut terdahulu dengan ajaran Islam.

Kedua, adanya keinginan dari kaum muslim pada waktu itu untuk mengetahui sepenuhnya tentang seluk beluk bangsa Yahudi yang berperadapan tinggi dimna Al-qur’an hanya mengungkapkan secara sepintas saja. Dengan ini maka munculah kelompok Mufassir yang berusaha meraih kesempatan itu dengan memasukan kisah-kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut. Akibatnya tafsir itu penuh dengan kesimpang siuran, bahkan terkadang mendekati khurafat dan tahayul.

Ketiga, adanya ulama Yahudi yang masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam , Ka’ab bin Ahbar, wahab bin Manabbih. Mereka dipandang mempunyai andil besar terhadap tersebarnya kisah Isra’iliyyat pada kalangan muslim. Hal ini dipandang sebagai indikasi bahwa Isra’iliyyat masuk kedalam Islam sejak masa sahabat dan membawa pengaruh besar terhadap kegiatan penafsiran Alqur’an pada masa-masa sesudahnya.

Kisah Isra’iliyyat semakin berkembang subur dikalangan Islam ketika masa tabi’in dan mencapai puncaknya pada masa tabi’ tabi’in. Pada masa tabi’in timbul kecintaan yang luar biasa pada kisah Isra’iliyyat. Mereka cenderung mengambil cerita tersebut secara ceroboh, sehingga setiap cerita yang ada hamper tidak ada yang ditolak. Mereka tidak mengembalikan cerita tersebut pada Al-qur’an, walaupun terkadang tidak dimengerti akal.


4. Pendapat Ulama Tentang Isra’iliyyat

           Cerita Isra’iliyyat ini sebagian besar diriwayatkan dari empat orang yaitu: Abdullah bin Salam, Wahb bin bunabbih, dan Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Para ulama berbeda pendapat dalam mengakui dan mempercayai Ahli Kitab lain tersebut, ada yang mencela (mencacatkan, menolak) dan ada pula yang mempercayai (menerima). Perbedaan pendapat paling besar adalah mengenai Ka’bul Ahbar. Sedang Abdullah bin salam adalah orang yang paling pandai dan paling tinggi kedudukanya. Karena itu Bukhari dan Ahli hadist lainnya memegangi, mempercayainya. Disamping itu, kepadanya tidak dituduhkan hal-hal buruk seperti yang dituduhkan kepada Ka’bu Ahbar dan Wahb bin Munabbih. (mubahis).
           Adapun dalam pembahasan lain Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Muqaddimah fi Ushulut-Tafsir Israiliyyat itu terbagi menjadi tiga macam. Pertama, cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Kedua, Israiliyyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan dengan syari’at, itu harus ditolak. Ketiga, Israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya itu didiamkan: tidak didustakan dan tidak juga dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula membohongkannya.Pada Jumhur ulama tentang Israiliyat, Pertama mereka dapat menerima Israilyat selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Kedua, mereka tidak menerima selagi kisah Israiliyat tersebut bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Ketiga, tawaqquf atau mendiamkan. Mereka tidak menolak dan tidak membenarkannya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tersebut.


Pengaruh Isra’iliyyat Terhadap Penafsiran Al-qur’an

Pada generasi para sahabat, Isro’iliyat ini merupakan salah satu rujukan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Hanya saja mereka beranggapan bahwa hal tersebut merupakan suatu kebolehan saja dan bukan keharusan. Tetapi pada masa Tabi’in, penafsiran Al-Qur’an dengan Isro’iliyat ini menjadi sesuatu yang sangat penting, hal tersebut disebabkan semakin banyaknya Ahlul kitab yang masuk Islam dan kecenderungan manusia untuk mengetahui segala hal (khusunya tentang kisah-kisah umat terdahulu) yang diringkas dalam Al-Qur’an secara panjang lebar. Dan keinginan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan mendengar kisah-kisah tersebut dari orang-orang Yahudi dan Nashroni. Lambat laun pengaruh Isro’iliyat itu sangat besar dalam penafsiran Al-Qur’an sehingga hampir semua kitab Tafsir memuatnya.

 Adapun dalam pembahasan lain Pengaruh Israiliyat dibagi dua yaitu:

Israiliyat adalah kisah atau peristiwa yang diriwayatkan oleh ahli kitab, yang meliputi :

1) Kisah atau dongeng kuno yang menyusup ke dalam tafsir dan hadis yang asal periwayatannya kembali kepada sumber Yahudi, Nasrani dan lain-lain.

2) Sebagian ahli tafsir dan hadis memperluas lagi pengertian israiliyat ini sehingga mencakup pula cerita-cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadis yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama.


5. Tokoh-Tokoh Isra’iliyyat
a)      Ka’bul Ahbar (Abu Ishaq Ka’ab bin Maati’) terkenal dengan Ka’bul Ahbar, pada zaman Jahiliyyah merupakan ilmuwan besar Yahudi di Yaman, pada masa khilafah Abu Bakar dan awal kekhilafahan Umar memeluk Islam dan mendapatkan izin dari khalifah Umar untuk menasehati kaum muslimin. Riwayatnya banyak di nukil dalam sohih Bukhori, sunan Abi Daud, sunan Turmudzi dan sunan Nisai.
b)      Wahab bin Munabbah (Abu Abdillah Wahab bin Munabbah Suna’ni) merupakan ilmuwan besar serta Muarrikh Ahli Kitab di Yaman, banyak menukil dari pengetahuan-pengatahuan Ahli Kitab dan mempunyai pengetahuan yang sangat luas mengenai cerita-cerita kaum terdahulu khususnya Bani Israil.
c)      Abdullah bin Salam (Abu Yusuf Abdullah bin Salam) seorang petani Yahudi Ansor dan tergolong dari sahabat Nabi saw, ia seorang ilmuwan besar Yahudi yang mana nama aslinya Al-Hushoin kemudian setelah memeluk Islam Rasulullah memberinya nama Abdullah (Peristiwa pembacaan Taurat dan Quran).
d)      Tamim bin Aus Daary yang memiliki kunyah Abu Ruqayyah terkenal sebagi alim Nasrani yang baru memeluk Islam, Ia sebagai pendeta di zamannya serta orang yang paling ahli ibadah dikalangan masyarakat Palestina, menurut para peneliti ia orang yang pertama kali yang memulai pembacaan cerita.


Faktor-faktor penyebab masuknya Isarailiyyat dalam Tafsir dan Hadis
             i.            Terjalinnya hubungan baik antara kaum Muslimin dengan Ahli kitab (ketika pengucilan terhadap Yahudi & Nasrani serta bertetanggaannya mereka di Madinah).
           ii.            Kebesaran ilmu Ahli Kitab (jahilnya kaum Arab)
         iii.            Terdapatnya sisi kemiripan antara Kutub Samawi (tentang sejarah para Nabi dan umat terdahulu)
         iv.            Rasa keingintahuan kaum Muslimin (untuk mengenal asal-usul penciptaan/rahasia alam)
           v.            Penghapusan sanad-sanad riwayat serta husnu dzhan terhadap Ahli Kitab (sehingga menyebabkan kesulitan untuk mengatahui kejujuran perawi)
         vi.            Rasa dendam dan niat buruk Yahudi & Nasrani terhadap Islam (Al-Maidah:82 & Al-Baqarah:120)
       vii.            Dilarangnya menulis & menukil hadis (menyebabkan terbukanya lahan dan sulitnya membedakan hadis sohih dan buatan)
     viii.            Pemberian izin khalifah untuk pembacaan cerita-cerita fiktif (zaman khalifah ke dua s/d pemerintahan Umawi).

6.Dampak-Dampak Israi’iliyyat
Menurut Adz Dzahabi, jika Israiliyat itu masuk dalam khazanah tafsir al-Quran, ia dapat menimbulkan dampak negatif sebagai berikut. Pertam, Israiliyat akan merusak aqidah kaum Muslimin, karena ia antara lain mengandung unsur penyerupaan pada Allah, peniadaan ishmah para Nabi dan Rasul dari dosa karena mengandung tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang adil, apalagi sebagai Nabi. Kedua merusak citra agama Islam karena ia mengandung gambaran seolah-olah Islam agama penuh dengan khurafat dan kebohongan yang tidak ada sumbernya. Ketiga, ia menghilangkan kepercayaan pada ulama salaf, baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in. keempat, ia dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran.










7.Dampak Israi’liyyat Terhadap Kesucian Ajaran Islam
Menurut al-Dzhabi, jika israiliyyat itu masuk dalam khazanah tafsir Alquran, ia dapat menimbulkan banyak dampak negatif, di antaranya:
e)      Dalam israiliyyat terdapat unsur penyerupaan pada Allah, peniadaan ishmah pada Nabi dan Rasul dari dosa, karena mengadung tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang adil, terlebih sebagai Nabi. Hal ini, kalau tidak segera diantisipasi, kalau tidak segera diantisipasi berdasarkan pengajaran akidah yang kuat akan merusak akidah kaum Muslimin.
f)       Israiliyyat memberi kesan bahwa Islam seolah mengandung khurafat dan penuh dengan kebohongan yang tidak ada sumbernya. Ini jelas bahwa Israiliyyat memojokkan dan merusak citra Islam.
g)      Israillyat menghilangkan kepercayaan pada ulama salaf. Baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in.
h)      Israiliyyat dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat Alquran.



DAFTAR PUSTAKA
Abu Abd Allah Muhammad al-Anshari al-Qurthhubiy, al-Jami li Ahkam Al-quran, jilid I Kairo, Dar al-Kutub al-Mishriyyah, t.t.
Ahmad Khalil Arsyad, Dirash fi Alquran, Mesir, Dar al-Ma’arif, 1972.
Ahmad, Syadali, Ahmad Rafi’i, Ulumul Quran I, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1997.
Al-Imam Muslim, Shahih Muslim, Jilid I Delhi, Al-Amriyyah, t.t.
Amin Al-Khuli, Manhajut Tajaad fit Tafsir, Kairo, Darul Ma’arif, 1961.
Ignaz Goldziher, Madzahib at-Tafsir Al-Islami, Kairo, As Sunnah Al-Muhammadiyah, 1995.
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Bandung, MIzan, 1995.
Manna ‘Khalil Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, Jakarta, Litera Antar Nusa, 1996.
Muhammad Abu Syubbah, al-Israiliyyat wa al-Mawdhu at fii Kutub al-Tafsir, Kairo, Maktabah al-Sunnah, 1408.
Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Ulumul Quran, Yogyakarta, PT Dana Bhakti Primayasa, 1998.




PENDAHULUAN



Dalam Israiliyat yang harus sekali disesali dari pertumbuhan tafsir, ialah: sikap sebagian tabi’in yang sangat besar perhatiannya kepada Israiliyat. Karenannya bertambah padatlah tafsir dengan Israiliyat.
Para Tabi’in menerima berita-berita dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam, lalu mereka memasukannya ke dalam tafsir dengan tidak lebih dahulu mengoreksinnya lagi.
Para mufassir pada masa itu sangat berbaik sangka kepada segala pemberita yang menyampaikan kabar. Mereka beranggap bahwa orang yang sudah masuk Islam, tentu tidak mau berdusta. Inilah sebabnya para mufassir ketika itu tidak mengoreksi dan memeriksa lagi kabar-kabar yang mereka terima.
Adapun dalam pembahasan makalah yang berjudul Israiliyat yang meliputi pengertian, macam-macam, latar belakang, pendapat ulama dan pengaruhnya israiliyat dalm penafsiran al-Quran. Akan dijelaskan di dalam makalah ini, semoga makalah ini dapat dipahami bagi kita semua.


Kesimpulan

Dari uraian tersebut dapat kita tarik kesimpulan pertama bahwa Israiliyyat adalah kisah-kisah yang sebagian besar bersumber dari orang-orang Yahudi baik disadari atau tidak, yang telah menyusup kedalam  Tafsir Al-Quran dan hadis. Kedua latar belakang timbulnya israiliyyat adalah semakin banyaknya orang-orang Yahudi atau ahli kitab yang masuk Islam, adanya keinginan sebagian dari kaum muslimin untuk mengetahui ihwal orang-orang yahudi yang mempunyai peradaban tinggi di banding kaum muslimin di jazirah arab pada waktu itu. Ketiga israiliyyat mempunyai dampak negatif terhadap penafsiran alquran ia dapat merusak cintra agama islam, merusak aqidah muslim dan memalingkan kaum muslimin dari ajaran alquran dan sunnah.


[1] Manna’ Al-Qaththan,Pengantar Study Ilmu Al-Qur’an, jakarta, al-kautsar. Hl.443
[2] Ahmad Khalil Arsyad, Dirash fi Alquran, Mesir, Dar al-Ma’arif, 1972. Hlm.142

[3] http://israil/israilliyyat-pengertian.html

No comments: