ISRA’ILIYYAT
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas bidang studi
Ilmu Al – Qur’an dari Bapak Prof. Dr. Phil. H. M. Nur kholis Setiawan, MA.
![]() |
Disusun Oleh :
1.
Abdul Rahman (11380081)
2.
Candra Setiawan (11380082)
3.
M. Ishlahul Umam A (11380083)
4.
Ismail al fariqie (11380080)
MUAMALAT
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA 2011 / 2012
ISRA’ILIYYAT
1. Pengertian isra’iliyyat
Kata Israiliyat, secara etimologis
merupakan bentuk jamak dari kata Israiliyyah; nama yang dinisbahkan kepada kata
Israil (Bahasa Ibrani) yang berarti ‘Abdullah (Hamba Allah).
Secara terminologis, kata
israiliyyat, kendati pada mulanya hanya menunjukkan riwayat yang bersumber dari
kaum Yahudi.
Ada
ulama yang mendefinisikan israiliyyat yaitu sesuatu yang menunjukkan pada
setiap hal yang berhubungan dengan tafsir maupun hadis berupa cerita atau
dongeng-dongeng kuno yang dinisbahkan pada asal riwayatnya dari sumber Yahudi,
Nasrani atau lainnya. Di katakan juga bahwa israiliyyat termasuk dongeng yang
sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadis yang
sama sekali tidak ada dasarnya dalam sumber lama. Kisah atau dongeng tersebut
sengaja diselundupkan dengan tujuan merusak akidah kaum Muslimin. [1]
Definisi para ulama tafsir dan hadis
tentang pengertian isra’iliyyat
a) Menurut Ahmad Khalil Arsyad,
israiliyyat adalah kisah-kisah yang diriwayatkan dari Ahl al-Kitab, baik yang
ada hubungannya dengan agama mereka ataupun tidak
b) Menurut Muhammad bin Muhammad abu
Syahbah, Isra’liyyat adalah pengetahuan yang bersumber dari Bani Isra’il, kitab
dan pengetahuan mereka, atau dongeng dan kebohongan mereka. Namun yang lebih
tepat adalah yang di kemukakan oleh Ali Al-Hasan, bahwa isra’iliyyat ini lebih
spesifik menunjukan corak keyahudian, disebabkan waktu itu aspek keyahudian
tersebut sangat kental sehingga banyak terjadi penukilan dari mereka. Waktu itu
jumlah mereka banyak dan tradisi mereka juga menonjol ketimbang orang Kristen.
Mereka juga bergaul dengan kaum muslim.
Ada beberpa pendapat yang menyatakan
bahawa Israiliyyat membawa beberapa maksud,yaitu :
v
Cerita-cerita
terdahulu dan riwayat yang banyak bersumberkan daripada golongan Yahudi
berbanding Nasrani.
v
Riwayat
yang disampaikan oleh perempuan Yahudi atau Nasrani.
v
Perkara
yang masuk ke dalam kitab karangan ulama’ silam terutamanya dalam bidang tafsir
yang mempunyai susur galur riwayat samada daripada Yahudi atau Nasrani. Adapun
riwayat yang tiada asal dan tergantung maka ia dikira sebagai khurafat, atau
kisah-kisah palsu.
Kisah-kisah Israiliyyat juga terbagi menjadi tiga macam:
1.
Kisah
yang dibenarkan oleh Islam, maka hal tersebut adalah haq
2.
Kisah
yang diingkari oleh Islam dan dipersaksikan bahwa kisah tersebut adalah dusta,
maka ini adalah bathil
3. Kisah yang diingkari oleh Islam dan
dipersaksikan bahwa kisah tersebut adalah dusta, maka ini adalah bathil.
2. Macam-macam isra’iliyat
Cerita-cerita Israiliyat terbagi menjadi tiga bagian, tetapi
ada juga yang berbeda pandangan.
Jika dilihat dari sudut sahih dan tidaknya, cerita
Israiliyat terbagi pada cerita yang sahih dan cerita yang daif (termasuk daif
yang maudu). Contoh dari cerita Israiliyyat yang sahih, adalah apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Kasir di dalam tafsirnya dari Ibnu Jarir, seperti
dikatakan: “Menceritakan kepada kami Mustani dai Usman bin Umar dari Fulailah
dari Hilala bin Ali dari Ata bin Yasir, ia berkata Aku telah bertemu dengan
Abdullah bin Amr dan berkata kepadanya: Ceritakanlah olehmu kepadaku tentang
sifat Rasulullah yang diterangkan di dalam Kitab Taurat! Ia berkata: Ya, demi
Allah, sesungguhnya sifat Rasulullah di dalam Taurat sama seperti yang
diterangkan di dalam Quran: “Wahai Nabi, sesungguhnya kami mengutusmu sebagai
saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringantan”, dan pemelihara orang-orang
ummi. Engkau adalah hamba-Ku dan rasul-Ku, namamu dikagumi, engkau tidak kasar
dan tidak pula keras. Allah tidak akan mencabut nyawanya sebelum agama Islam
tegak dan lurus, yaitu dengan ucapan: Tiada Tuhan yang patut disembah dengan
sebenar-benarnya kecuali Allah. Dengannya pula Allah akan membuka hati yang
tertutup, membuka telinga yang tuli, membuka mata yang buta. Atau berkata:
Kemudian aku bertemu dengan Ka’b, lalu kau bertanya kepadanya tentang masalah
tersebut. Maka tidak ada perbedaan kata apa pun juga, kecuali Ka’b berkata,
telah sampai kepadanya: Qulubun Gaulifiyyah (hati yang tertutup), telinga yang
tuli dan mata yang buta”.
Contoh cerita Israiliyat yang daif, adalah asar yang diriwayatkan
oleh Abu Muhammad bin Abdurrahman dari Abu Hatim Ar-Razi, kemudian dinukil oleh
Ibnu Kasri di dalam Tafsirnya, dalam rangka menguraikan ayat pada surat Qaf ia
berkata: “Sesungguhnya asar tersebut adalah asar yang garib yang tidak sahih,
dan ia menganggapnya sebagai cerita khurafat Bani Israil”, lengkapnya asar
tersebut, sebagai berikit:[2]
“Ibnu Abu Hatim berkata, telah berkata ayahku, ia berkata:
Aku mendapat cerita dari Muhammad bin Ismail Al-Makhzumi, telah menceritakan
kepadaku Lais bin Abu Sulaim, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Allah
telah menciptakan di bawah ini laut yang melingkupnya, di dasar laut. Ia
menciptakan sebuah gunung disebut gunung Qaf. Langit dunia ditegakkan di
atasnya. Di bawah gunung tersebut Allah mencipatakan bumi seperti bumi ini,
yang jumlahnya tujuh lapis. Kemudian di bawahnya ia mencipatakan laut yang
melingkupnya. Di bawahnya lagi ia menciptakan laut yang melingkupnya. Di
bawahnya lagi ia mencipatakan sebuah gunung lagi, yang juga bernama gunung Qaf
Langit jenis kedua diciptakan di atasnya. Sehingga jumlah semuanya: tujuh lapis
bumi, tujuh lautan, tujuh gunung dan tujuh lapis langit. Kemudian ia berkata:
Uraian itu merupakan maksud dari firman Allah dari surat Luqman yang artinya:
“….dan laut (menjadi tintan), ditambahkan kepadanya tujuh
laut (lagi) sesudah (kering)nya…..”. (QS. Luqman: 27).
Terhadap asar ini Ibnu Kasir mengaitkannya dengan menyatakan
sanad dari asar ini terputus. Jika dilihat dari segi ini, cerita Israiliyyat
terbagi menjadi tiga bagian: Pertama, yang sesuai dengan syariat kit. Kedua,
yang bertentangan dengan syariat dan ketiga yang didiamkan (maksud anhu), yakni
tidak terdapat di dalam yang menyatakan tidak ada manfaatnya. [3]
3. Latar Belakang Timbulnya Isra’iliyaat
Sebelumnya Islam datang, ada satu golongan yang disebut dengan kaum Yahudi, yaitu sekelompok kaum yang dikenal mempunyai peradaban yang tinggi dibanding dengan bangsa Arab pada waktu itu. Mereka telah membawa pengetahuan keagamaan berupa cerita-cerita keagamaan dari kitab suci mereka.
Pada waktu itu mereka hidup dalam keadaan tertindas. Banyak diantara mereka yang lari dan pindah ke jazirah Arab. Ini terjadi kurang lebih pada tahun 70 M. Pada masa inilah diperkirakan terjadinya perkembangan besar-besaran kisah-kisah Israiliyat, kemudian mengalami kemajuan pada taraf tertentu. Disadari atau tidak terjadilah proses percampuran antara tradids bangsa Arab dengan Khasanah tradisi Yahudi tersebut.
Dengan kata lain, adanya kisah Isra’illiyat merupakan konsekuensi logis dari proses akulturasi budaya dan ilmu pengetahuan antara bangsa Arab Jahiliyah dan kaum yahudi serta Nasrani.
Pendapat lain menyatakan bahwa timbilnya Isra;iliyyat adalah:
Pertama, karena semakin banyaknya orang-orang Yahudi yang masuk Islam sebelumya mereka adalah kaum yang berperadapan tinggi. Takkala masuk Islam mereka tidak melepaskan seluruh ajaran-ajaran yang mereka anut terlebih dahulu, sehingga dalam pemahamannya sering kali tercampur antara ajaran yang mereka anut terdahulu dengan ajaran Islam.
Kedua, adanya keinginan dari kaum muslim pada waktu itu untuk mengetahui sepenuhnya tentang seluk beluk bangsa Yahudi yang berperadapan tinggi dimna Al-qur’an hanya mengungkapkan secara sepintas saja. Dengan ini maka munculah kelompok Mufassir yang berusaha meraih kesempatan itu dengan memasukan kisah-kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut. Akibatnya tafsir itu penuh dengan kesimpang siuran, bahkan terkadang mendekati khurafat dan tahayul.
Ketiga, adanya ulama Yahudi yang masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam , Ka’ab bin Ahbar, wahab bin Manabbih. Mereka dipandang mempunyai andil besar terhadap tersebarnya kisah Isra’iliyyat pada kalangan muslim. Hal ini dipandang sebagai indikasi bahwa Isra’iliyyat masuk kedalam Islam sejak masa sahabat dan membawa pengaruh besar terhadap kegiatan penafsiran Alqur’an pada masa-masa sesudahnya.
Kisah Isra’iliyyat semakin berkembang subur dikalangan Islam ketika masa tabi’in dan mencapai puncaknya pada masa tabi’ tabi’in. Pada masa tabi’in timbul kecintaan yang luar biasa pada kisah Isra’iliyyat. Mereka cenderung mengambil cerita tersebut secara ceroboh, sehingga setiap cerita yang ada hamper tidak ada yang ditolak. Mereka tidak mengembalikan cerita tersebut pada Al-qur’an, walaupun terkadang tidak dimengerti akal.
Sebelumnya Islam datang, ada satu golongan yang disebut dengan kaum Yahudi, yaitu sekelompok kaum yang dikenal mempunyai peradaban yang tinggi dibanding dengan bangsa Arab pada waktu itu. Mereka telah membawa pengetahuan keagamaan berupa cerita-cerita keagamaan dari kitab suci mereka.
Pada waktu itu mereka hidup dalam keadaan tertindas. Banyak diantara mereka yang lari dan pindah ke jazirah Arab. Ini terjadi kurang lebih pada tahun 70 M. Pada masa inilah diperkirakan terjadinya perkembangan besar-besaran kisah-kisah Israiliyat, kemudian mengalami kemajuan pada taraf tertentu. Disadari atau tidak terjadilah proses percampuran antara tradids bangsa Arab dengan Khasanah tradisi Yahudi tersebut.
Dengan kata lain, adanya kisah Isra’illiyat merupakan konsekuensi logis dari proses akulturasi budaya dan ilmu pengetahuan antara bangsa Arab Jahiliyah dan kaum yahudi serta Nasrani.
Pendapat lain menyatakan bahwa timbilnya Isra;iliyyat adalah:
Pertama, karena semakin banyaknya orang-orang Yahudi yang masuk Islam sebelumya mereka adalah kaum yang berperadapan tinggi. Takkala masuk Islam mereka tidak melepaskan seluruh ajaran-ajaran yang mereka anut terlebih dahulu, sehingga dalam pemahamannya sering kali tercampur antara ajaran yang mereka anut terdahulu dengan ajaran Islam.
Kedua, adanya keinginan dari kaum muslim pada waktu itu untuk mengetahui sepenuhnya tentang seluk beluk bangsa Yahudi yang berperadapan tinggi dimna Al-qur’an hanya mengungkapkan secara sepintas saja. Dengan ini maka munculah kelompok Mufassir yang berusaha meraih kesempatan itu dengan memasukan kisah-kisah yang bersumber dari orang-orang Yahudi dan Nasrani tersebut. Akibatnya tafsir itu penuh dengan kesimpang siuran, bahkan terkadang mendekati khurafat dan tahayul.
Ketiga, adanya ulama Yahudi yang masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam , Ka’ab bin Ahbar, wahab bin Manabbih. Mereka dipandang mempunyai andil besar terhadap tersebarnya kisah Isra’iliyyat pada kalangan muslim. Hal ini dipandang sebagai indikasi bahwa Isra’iliyyat masuk kedalam Islam sejak masa sahabat dan membawa pengaruh besar terhadap kegiatan penafsiran Alqur’an pada masa-masa sesudahnya.
Kisah Isra’iliyyat semakin berkembang subur dikalangan Islam ketika masa tabi’in dan mencapai puncaknya pada masa tabi’ tabi’in. Pada masa tabi’in timbul kecintaan yang luar biasa pada kisah Isra’iliyyat. Mereka cenderung mengambil cerita tersebut secara ceroboh, sehingga setiap cerita yang ada hamper tidak ada yang ditolak. Mereka tidak mengembalikan cerita tersebut pada Al-qur’an, walaupun terkadang tidak dimengerti akal.
4. Pendapat Ulama
Tentang Isra’iliyyat
Cerita Isra’iliyyat ini sebagian besar diriwayatkan dari empat orang yaitu: Abdullah bin Salam, Wahb bin bunabbih, dan Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Para ulama berbeda pendapat dalam mengakui dan mempercayai Ahli Kitab lain tersebut, ada yang mencela (mencacatkan, menolak) dan ada pula yang mempercayai (menerima). Perbedaan pendapat paling besar adalah mengenai Ka’bul Ahbar. Sedang Abdullah bin salam adalah orang yang paling pandai dan paling tinggi kedudukanya. Karena itu Bukhari dan Ahli hadist lainnya memegangi, mempercayainya. Disamping itu, kepadanya tidak dituduhkan hal-hal buruk seperti yang dituduhkan kepada Ka’bu Ahbar dan Wahb bin Munabbih. (mubahis).
Adapun dalam pembahasan lain Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Muqaddimah fi Ushulut-Tafsir Israiliyyat itu terbagi menjadi tiga macam. Pertama, cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Kedua, Israiliyyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan dengan syari’at, itu harus ditolak. Ketiga, Israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya itu didiamkan: tidak didustakan dan tidak juga dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula membohongkannya.Pada Jumhur ulama tentang Israiliyat, Pertama mereka dapat menerima Israilyat selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Kedua, mereka tidak menerima selagi kisah Israiliyat tersebut bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Ketiga, tawaqquf atau mendiamkan. Mereka tidak menolak dan tidak membenarkannya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tersebut.
Cerita Isra’iliyyat ini sebagian besar diriwayatkan dari empat orang yaitu: Abdullah bin Salam, Wahb bin bunabbih, dan Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Para ulama berbeda pendapat dalam mengakui dan mempercayai Ahli Kitab lain tersebut, ada yang mencela (mencacatkan, menolak) dan ada pula yang mempercayai (menerima). Perbedaan pendapat paling besar adalah mengenai Ka’bul Ahbar. Sedang Abdullah bin salam adalah orang yang paling pandai dan paling tinggi kedudukanya. Karena itu Bukhari dan Ahli hadist lainnya memegangi, mempercayainya. Disamping itu, kepadanya tidak dituduhkan hal-hal buruk seperti yang dituduhkan kepada Ka’bu Ahbar dan Wahb bin Munabbih. (mubahis).
Adapun dalam pembahasan lain Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Muqaddimah fi Ushulut-Tafsir Israiliyyat itu terbagi menjadi tiga macam. Pertama, cerita israiliyat yang shahih, itu boleh diterima. Kedua, Israiliyyat yang dusta yang kita ketahui kedustaannya karena bertentangan dengan syari’at, itu harus ditolak. Ketiga, Israiliyat yang tidak diketahui kebenaran dan kepalsuannya itu didiamkan: tidak didustakan dan tidak juga dibenarkan. Jangan mengimaninya dan jangan pula membohongkannya.Pada Jumhur ulama tentang Israiliyat, Pertama mereka dapat menerima Israilyat selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Kedua, mereka tidak menerima selagi kisah Israiliyat tersebut bertentangan dengan Al-Quran dan hadis. Ketiga, tawaqquf atau mendiamkan. Mereka tidak menolak dan tidak membenarkannya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tersebut.
Pengaruh Isra’iliyyat Terhadap Penafsiran Al-qur’an
Pada generasi para sahabat, Isro’iliyat ini merupakan salah satu rujukan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Hanya saja mereka beranggapan bahwa hal tersebut merupakan suatu kebolehan saja dan bukan keharusan. Tetapi pada masa Tabi’in, penafsiran Al-Qur’an dengan Isro’iliyat ini menjadi sesuatu yang sangat penting, hal tersebut disebabkan semakin banyaknya Ahlul kitab yang masuk Islam dan kecenderungan manusia untuk mengetahui segala hal (khusunya tentang kisah-kisah umat terdahulu) yang diringkas dalam Al-Qur’an secara panjang lebar. Dan keinginan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan mendengar kisah-kisah tersebut dari orang-orang Yahudi dan Nashroni. Lambat laun pengaruh Isro’iliyat itu sangat besar dalam penafsiran Al-Qur’an sehingga hampir semua kitab Tafsir memuatnya.
Adapun dalam pembahasan lain Pengaruh
Israiliyat dibagi dua yaitu:
Israiliyat adalah kisah atau peristiwa yang diriwayatkan oleh ahli kitab, yang meliputi :
1) Kisah atau dongeng kuno yang menyusup ke dalam tafsir dan hadis yang asal periwayatannya kembali kepada sumber Yahudi, Nasrani dan lain-lain.
2) Sebagian ahli tafsir dan hadis memperluas lagi pengertian israiliyat ini sehingga mencakup pula cerita-cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan hadis yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama.
5. Tokoh-Tokoh Isra’iliyyat
a) Ka’bul Ahbar (Abu Ishaq Ka’ab bin
Maati’) terkenal dengan Ka’bul Ahbar, pada zaman Jahiliyyah merupakan ilmuwan
besar Yahudi di Yaman, pada masa khilafah Abu Bakar dan awal kekhilafahan Umar
memeluk Islam dan mendapatkan izin dari khalifah Umar untuk menasehati kaum
muslimin. Riwayatnya banyak di nukil dalam sohih Bukhori, sunan Abi Daud, sunan
Turmudzi dan sunan Nisai.
b) Wahab bin Munabbah (Abu Abdillah
Wahab bin Munabbah Suna’ni) merupakan ilmuwan besar serta Muarrikh Ahli Kitab
di Yaman, banyak menukil dari pengetahuan-pengatahuan Ahli Kitab dan mempunyai
pengetahuan yang sangat luas mengenai cerita-cerita kaum terdahulu khususnya
Bani Israil.
c) Abdullah bin Salam (Abu Yusuf
Abdullah bin Salam) seorang petani Yahudi Ansor dan tergolong dari sahabat Nabi
saw, ia seorang ilmuwan besar Yahudi yang mana nama aslinya Al-Hushoin kemudian
setelah memeluk Islam Rasulullah memberinya nama Abdullah (Peristiwa pembacaan
Taurat dan Quran).
d) Tamim bin Aus Daary yang memiliki
kunyah Abu Ruqayyah terkenal sebagi alim Nasrani yang baru memeluk Islam, Ia
sebagai pendeta di zamannya serta orang yang paling ahli ibadah dikalangan
masyarakat Palestina, menurut para peneliti ia orang yang pertama kali yang
memulai pembacaan cerita.
Faktor-faktor penyebab masuknya Isarailiyyat dalam Tafsir dan
Hadis
i.
Terjalinnya
hubungan baik antara kaum Muslimin dengan Ahli kitab (ketika pengucilan
terhadap Yahudi & Nasrani serta bertetanggaannya mereka di Madinah).
ii.
Kebesaran
ilmu Ahli Kitab (jahilnya kaum Arab)
iii.
Terdapatnya
sisi kemiripan antara Kutub Samawi (tentang sejarah para Nabi dan umat
terdahulu)
iv.
Rasa
keingintahuan kaum Muslimin (untuk mengenal asal-usul penciptaan/rahasia alam)
v.
Penghapusan
sanad-sanad riwayat serta husnu dzhan terhadap Ahli Kitab (sehingga menyebabkan
kesulitan untuk mengatahui kejujuran perawi)
vi.
Rasa
dendam dan niat buruk Yahudi & Nasrani terhadap Islam (Al-Maidah:82 &
Al-Baqarah:120)
vii.
Dilarangnya
menulis & menukil hadis (menyebabkan terbukanya lahan dan sulitnya
membedakan hadis sohih dan buatan)
viii.
Pemberian
izin khalifah untuk pembacaan cerita-cerita fiktif (zaman khalifah ke dua s/d
pemerintahan Umawi).
6.Dampak-Dampak Israi’iliyyat
Menurut Adz Dzahabi, jika
Israiliyat itu masuk dalam khazanah tafsir al-Quran, ia dapat menimbulkan
dampak negatif sebagai berikut. Pertam, Israiliyat akan merusak aqidah
kaum Muslimin, karena ia antara lain mengandung unsur penyerupaan pada Allah,
peniadaan ishmah para Nabi dan Rasul dari dosa karena mengandung tuduhan
perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang adil, apalagi sebagai Nabi. Kedua
merusak citra agama Islam karena ia mengandung gambaran seolah-olah Islam
agama penuh dengan khurafat dan kebohongan yang tidak ada sumbernya. Ketiga,
ia menghilangkan kepercayaan pada ulama salaf, baik dari kalangan sahabat
maupun tabi’in. keempat, ia dapat memalingkan manusia dari maksud dan
tujuan yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran.
7.Dampak Israi’liyyat Terhadap Kesucian Ajaran Islam
Menurut al-Dzhabi, jika israiliyyat
itu masuk dalam khazanah tafsir Alquran, ia dapat menimbulkan banyak dampak
negatif, di antaranya:
e) Dalam israiliyyat terdapat unsur
penyerupaan pada Allah, peniadaan ishmah pada Nabi dan Rasul dari dosa,
karena mengadung tuduhan perbuatan buruk yang tidak pantas bagi orang adil,
terlebih sebagai Nabi. Hal ini, kalau tidak segera diantisipasi, kalau tidak
segera diantisipasi berdasarkan pengajaran akidah yang kuat akan merusak akidah
kaum Muslimin.
f) Israiliyyat memberi kesan bahwa
Islam seolah mengandung khurafat dan penuh dengan kebohongan yang tidak ada
sumbernya. Ini jelas bahwa Israiliyyat memojokkan dan merusak citra Islam.
g) Israillyat menghilangkan kepercayaan
pada ulama salaf. Baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in.
h)
Israiliyyat
dapat memalingkan manusia dari maksud dan tujuan yang terkandung dalam
ayat-ayat Alquran.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Abd Allah Muhammad al-Anshari al-Qurthhubiy, al-Jami
li Ahkam Al-quran, jilid I Kairo, Dar al-Kutub al-Mishriyyah, t.t.
Ahmad Khalil Arsyad, Dirash fi Alquran, Mesir, Dar
al-Ma’arif, 1972.
Ahmad, Syadali, Ahmad Rafi’i, Ulumul Quran I, Bandung,
CV. Pustaka Setia, 1997.
Al-Imam Muslim, Shahih Muslim, Jilid I Delhi,
Al-Amriyyah, t.t.
Amin Al-Khuli, Manhajut Tajaad fit Tafsir, Kairo,
Darul Ma’arif, 1961.
Ignaz Goldziher, Madzahib at-Tafsir Al-Islami, Kairo,
As Sunnah Al-Muhammadiyah, 1995.
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Bandung,
MIzan, 1995.
Manna ‘Khalil Al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Al-Quran, Jakarta,
Litera Antar Nusa, 1996.
Muhammad Abu Syubbah, al-Israiliyyat wa al-Mawdhu at fii
Kutub al-Tafsir, Kairo, Maktabah al-Sunnah, 1408.
Muhammad Chirzin, Al-Quran dan Ulumul Quran, Yogyakarta,
PT Dana Bhakti Primayasa, 1998.
PENDAHULUAN
Dalam Israiliyat yang harus sekali disesali dari pertumbuhan tafsir, ialah: sikap sebagian tabi’in yang sangat besar perhatiannya kepada Israiliyat. Karenannya bertambah padatlah tafsir dengan Israiliyat.
Para Tabi’in menerima berita-berita dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam, lalu mereka memasukannya ke dalam tafsir dengan tidak lebih dahulu mengoreksinnya lagi.
Para mufassir pada masa itu sangat berbaik sangka kepada segala pemberita yang menyampaikan kabar. Mereka beranggap bahwa orang yang sudah masuk Islam, tentu tidak mau berdusta. Inilah sebabnya para mufassir ketika itu tidak mengoreksi dan memeriksa lagi kabar-kabar yang mereka terima.
Adapun dalam pembahasan makalah yang berjudul Israiliyat yang meliputi pengertian, macam-macam, latar belakang, pendapat ulama dan pengaruhnya israiliyat dalm penafsiran al-Quran. Akan dijelaskan di dalam makalah ini, semoga makalah ini dapat dipahami bagi kita semua.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut
dapat kita tarik kesimpulan pertama bahwa Israiliyyat adalah kisah-kisah yang
sebagian besar bersumber dari orang-orang Yahudi baik disadari atau tidak, yang
telah menyusup kedalam Tafsir Al-Quran
dan hadis. Kedua latar belakang timbulnya israiliyyat adalah semakin banyaknya
orang-orang Yahudi atau ahli kitab yang masuk Islam, adanya keinginan sebagian
dari kaum muslimin untuk mengetahui ihwal orang-orang yahudi yang mempunyai
peradaban tinggi di banding kaum muslimin di jazirah arab pada waktu itu.
Ketiga israiliyyat mempunyai dampak negatif terhadap penafsiran alquran ia
dapat merusak cintra agama islam, merusak aqidah muslim dan memalingkan kaum
muslimin dari ajaran alquran dan sunnah.
No comments:
Post a Comment