Tuesday, 10 July 2012

Akhlaqi Dan Falsafi

SEBUAH MAKALAH SAAT KULIAH TAHUN 2012
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan Tasawuf Akhlaqi Dan Falsafi
Dalam perkembanganya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua, yaitu tasawuf yang mengarah pada perilaku dan tasawuf yang mengarah pada teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman. Pada perkembanganya, tasawuf  perilaku sering disebut sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang kedua disebut tasawuf salafi. Tasawuf ini banyak dikembangkan oleh para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof.
Pembagian dua jenis tasawuf diatas berdasarkan kecenderungan ajaran yang dikembangkan, yakni pada perilaku atau moral keagamaan dan kecenderungan pada pemikiran. Dua kecenderungan ini mempunyai jalan sendiri-sendiri.
Tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman tentang institusi islam. Ajaran islam dipandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriah dan batiniah. Pendalaman aspek batiniah mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, namun tanpa mengabaikan aspek lahiriah.[1]
Perkembangan tasawuf dalam islam telah mengalami beberapa fase: pertama, yaitu fase asketisme (zuhud)yang tumbuh pada abad pertama dan kedua hijriyah.sikap asketisme ini dipandang sebagai awal munculnya tasawuf. Ada pendapat yang mengatakan bahwa asketisme (zuhud) itu adalah cikal bakal timbulnya tasawuf. Sedangkan asketisme itu sendiri sumbernya adalah ajaran Islam, baik yang bersumber dari Al-Qur’an, sunnah maupun kehidupan sahabat nabi.
Pengertian umum dari Zuhud sendiri adalah Zuhhaad, jamak dari zahid. Zahid diambil dari Zuhd yang artinya ”tidak ingin”. Tidak “demam” kepada dunia, keemegahan, harta benda dan pangkat. Menurut Abu Yazid Busthami ketika ditanya orang apa arti zuhud itu, beliau menjawab: tidak mempunyai apa-apa dan tidak dipunyai apa-apa.
Gerakan asketisme itu sendiri dapat dibedakan menjadi 4 aliran utama;




1. Aliran Bashroh
Aliran Bashroh mulai Nampak pada abad kedua Hijriyah. Aliran ini muncul dengan ciri khasnya yaitu, sikap asketisme yang sangat kuat dan lebih ekstrim serta mengembangkan sikap yang amat takut terhadap murka Allah, serta amat sangat takut terhadap siksa diakhirat. Pada periode inilah, mulai meluas dan berkembangnya sufisme. Artinya konsep-konsep yang tadinya semata-mata sebagai sikap hidup saja kemudian disusun sebagai upaya untuk mencapai tujuan. Tokoh terpenting dari aliran ini. Antara lain; Malik Ibnu Dinar dan Hassan Al-Bashri.
2. Aliran Madinah
Sejak masa permulaan Islam, di Madinah sudah terlihat kelompok-kelompok asketis yang berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah dan menempatkan rosulullah sebagai idola kezuhudan mereka. Ciri yang paling utama di aliran ini adalah kekuatan dan kekhusyu’an beribadah kepada Allah, konsekuen serta kensisten dalam sikap walaupun dating berbagai godaan. Bagi mereka yang terpenting bagi mereka adalah mendepatkan diri kepada Allah serta menjauhkan diri dari segala hal yang dapat mengurangi kekhusyu’an beribadah kepada Allah. Tokohnya yang terkenal diantaranya adalah Salman Al-Farisi dan Abdullah Ibnu Mas’ud.
3. Aliran Kuffah
Apabila kedua aliran diatas lebih mengarahkan perhatian kepada ibadah dan menghindari pengaruh-pengaruh yang merusak. Maka, aliran Kuffah lebih bercorak idealis. Gemar kepada hal-hal yang bersifat imajinatif yang biasanya dituangkan dalam bentuk puisi, tekstualis dalam memahami ketetapan dan sedikit cenderung kepada aliran syi’ah. Namun, secara keseluruhan aliran ini masih berpola Ahlu sunnah wal jama’ah. Ciri khas aliran ini yaitu rasa keagamaan yang kental, asketisme yang keras, kerendahan hati dan kesederhanaan hidup. Tokohnya yang terkenal yaitu, Shufyan Al-Tsauri.
4. Aliran Mesir
Aliran mesir memiliki kesamaan cirri dengan aliran madinah. Sebab aliran ini sebenarnya adalah perluasan dari aliran madinah yang tersebar melalui sahabat yang ikut serta ke Mesir pada saat Islam memasuki kawasan itu. Tokohnya adalah Dzuu al-Nun al mishri.
Sulit dipastikan kapan asketisme itu beralih ke sufisme, tetapi yang pasti sufisme yang awal adalah sufisme yang konsisten dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam. Karena itu tasawuf tipe awal ini dapat diterima sebagian besar ulama terutama ulama ahlu sunnah wal jama’ah. Hal ini pula yang menyebabkan penamaan tasawuf sunni. Dari aliran-aliran diatas dapat dilihat bahwa tokoh-tokoh aliran-aliran tersebut adalah ahlu zuhud. Namun tidak setiap yang

zuhud bias disebut sufi, tapi sebaliknya tidak mungkin menjadi sufi tanpa melalui zuhud atau asketisme.

Pada fase ini,mereka menjalankan konsepsi asketis ,yaitu tidak mementingkan makanan,pakaian,maupun tempat tinggal. Tokoh yang sangat popular adalah Hasan Al-Basri (wafat pada 110 H) dan Rabi’ah Al-Adawiyah (wafat pada 185 H) dan dijuluki sebagai zahid. Kaum salaf melaksanakan amalan tasawuf dengan menampilkan akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan batiniah ajaran islam yang mereka nilai mengandung akhlak terpuji. Oleh karena itu, ketika mereka menyaksikan ketidakberesan perilaku disekitarnya, mereka menanamkan kembali akhlak mulia. Pada masa ini tasawuf identik dengan akhlak.
Kondisi tersebut kurang lebih berkembang selam satu abad,kemudian pada abad ketiga hijriyah,muncul jenis tasawuf lain yang lebih menonjolkan pemikiran eksklusif.golongan ini diwakili oleh  Al-Hallaj,yang kemudian dihukum mati karena menyatakan pendapatnya mengenai hulul (pada 309 H) .
Pada abad kelima hijriyah muncullah Imam al-Ghazali,yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bertujuan asketis,kehidupan sederhana.Al-Ghazali berhasil mengenalkan prinsip tasawuf yang moderat,ysng seiring dengan aliran ahlu sunnah waljama’ah,dan bertentangan dengan tasawuf Al-hallaj,terutama karakter manusia.
Sejak abad keenam hijriyah sebagai akibat pengaruh Al-Ghazali yang begitu besar,pengaruh tasawuf sunni semakin meluas keseluruh pelosok dunia islam.sejak abad keenam hijriyahmuncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat.artinya tidak dapat disebut dengan murni tasawuf.mereka banyak menimba berbagai sumber ,seperti filsafat yunani. Mereka pun banyak mempunyai teori mendalam mengenai jiwa, moral, pengetahuan, wujud dan sangat bernilai baik ditinjau dari segi tasawuf maupun filsafat, dan berdampak besar bagi para sufi mutakhir.
Dengan munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakanya dengan tasawuf yang mula-mula berkembang, yakni tasawuf akhlaki. Tasawuf akhlaki ini identik dengan tasawuf Sunni. Hanya saja titik tekan penyebutan tasawuf sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memagari tasawufnya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, aliran tasawuf terbagi menjadi dua, yaitu tasawuf sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak, dan tasawuf falsafi, aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis. ungkapan-ungkapan itu bertolak dari keadaan fana menuju hulul.[2]

Tasawuf sunni sebagaimana dituturkan Al- Qusyairi dalam Ar-Risalah-nya, diwakili banyak tokoh dari abad ketiga dan keem-pat hijriyah, Imam Al-Ghazali dan para pemimpin thoriqat yang mengikutinya. Adapun tasawuf filosofi diwakili para sufi yang memadukan tasawuf dengan filsafat. Diantara fuqaha yang paling keras terhadap golongan sufi ialah Ibnu Taimiyah (wafat pada tahun 728 H).
Selama abad kelima hijriyah, aliran tasawuf sunni terus tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, tasawuf filosofis mulai tenggelam. Tenggelamnya aliran filosofis ini pada dasarnya merupakan imbas kejayaan aliran teologi  ahlu sunnah waljama’ah diatas aliran-aliran lainnya.diantara kritik keras teologi ahlu sunnah waljama’ah dialamatkan pada keekstriman tasawuf Abu Yazid Al-Busthami,Al-Hallaj dan para sufi lain yang ungkapan-ungkapannya terkenal ganjil,termasuk kecamannya terhadap semua bentuk berbagai penyimpangan lainnya yang mulai timbul dikalangan tasawuf.kejayaan tasawuf sunni diakibatkan oleh kepiawaian Abu Hasan Al-Asy’ari(wafat pada tahun 324 H) dalam menggagas pemikiran-pemikiran sunni nya terutama dalam bidang ilmu kalam.
Tasawuf pada abad kelima hijriyah mengalami pembaharuan, yakni dengan mengembalikan pada landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qusyairi dan Al-Hawari adalah tokoh sufi yang paling menonjol pada abad ini yang member bentuk tasawuf sunni. Dalam penilaianya ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsip tasawuf atas landasan tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara dari penyimpangan dan lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun Ahlu Sunnah yang menakjubkan. Pada  abad ini merupakan tonggak yang menentukan kejayaan tasawuf sunni yang tersebar luas dikalangan dunia islam.
A.     Ajaran Tasawuf Akhlaqi
Tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan sehingga merasa berada di hadirat Tuhan. Keberadaan di hadirat Tuhan itu dirasakan sebagai kenikmatan dan kebahagiaan yang haqiqi.[3]

Untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian,jiwa memerlukan pendidikan mental yang panjang.Dengan kata lain ,untuk berada dihadirat Allah dan sekaligus mencapai tingkat kebahagiaan yang optimum,manusia harus lebih dulu mengidentifikasi dirinya dengan cirri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral dan berakhlak mulia.falsafah hidup seseorang tentang kehidupan material merupakan alat ukur bagi baik buruknya sikap mental.Menurut Al-Ghazali , tak terkontrolnya hawa nafsu yang ingin mengecap kenikmatan hidup duniawi adalah sumber utama dari kerusakan akhlak.
Para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriah.Pada tahap awal memasuki kehidupan tasawuf,seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat.Tujuannya adalah menguasai hawa nafsu .sistem pembinaan tasawuf disusun berikut ini.
1.Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus dijalankanseorang sufi.takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari  perilaku dan akhlak tercela.
2.Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sikap,perilaku dan akhlak terpuji.Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah menosongakn jiwa dari akhlak-akhlak jelek.
3.Tajalli
      Kata Tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib.[4]
B.     Tasawuf Sunni
Islam Sunni atau yang juga dikenal dengan nama Islam aliran Ahlussunnah wal Jama'ah adalah aliran Islam yang menjalankan perintah Allah dan diikuti dengan praktek untuk melakukan Sunnah Rasulullah SAW. Aliran Islam ini menganggap bahwa Sunnah Rasul merupakan amalan yang harus dijalankan. Sedangkan yang sering terdengar, yaitu Syiah, adalah aliran Islam yang

menganggap bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang seharusnya menjadi utusan Allah. Kaum ini sangat menghargai Sayyidina Muhammad.
Tasawuf sunni merupakan aliran tasawuf yang ajarannya berusaha memadukan aspek syari’ah dan hakikat namun diberi interpertasi dan metode baru yang belum dikenal pada masa salaf as-shalihin dan lebih mementingkan cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta bagaimana cara menjauhkan diri dari semua hal yang dapat menggangu kekhusyu’an jalannya ibadah yang mereka lakukan. Aliran tasawuf ini memiliki ciri yang paling utama yaitu kekuatan dan kekhusyu’annya beribadah kepada Allah, dzikrullah serta konsekuen dan juga konsisten dalam sikap walaupun mereka diserang dengan segala godaan kehidupan duniawi.
Dari awal prosesnya, corak tasawuf ini muncul dikarenakan ketegangan-ketegangan dikalangan sufi, baik yang bersifat internal maupun eksternal yaitu para sufi dan ulama’ zahir baik para fuqaha maupun mutakallimin. Hal itu menyebabkan citra tasawuf menjadi jelek dimata umat, maka sebagian tokoh sufi melakukan usaha-usaha untuk mengembalikan citra tasawuf. Usaha ini memperoleh kesempurnaan ditangan Ghozali, yang kemudian melahirkan Tasawuf Sunni.
Tasawuf sunni yang terus berkembang sejak zaman klasik islam hingga zaman modern sering disukai orang karena penampilan paham atau ajaran-ajarannya yang tidak terlalu rumit.Adapun ciri-ciri tasawuf sunni :
1)      Melandaskan diri pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Tasawuf jenis ini memakai landasan Qur’ani dan hadist sebagai pendekatannya.
2)      Tidak menggunakkan terminology-terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan-ungkapan yang ganjil (syathahat). Terminology itu dikembangkan tasawuf sunni secara lebih transparan.kalaupun ada terminologi yang mirip syathahat,itu dianggapnya merupakan pengalaman pribadi.pengalaman yang ditemukannya itu juga mereka anggap sebagai sebuah karamah atau keajaiban yang mereka temui.sejalan dengan itu ,Ibnu Khaldun ,sebagaimana dikutip Al-Taftazani,memuji para pengikut Al-Qusyairi yang beraliran sunni.
3)      Bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan  dan manusia.Dualisme yang dimaksudkan disini adalah ajaran yang mengakui bahwa meskipun manusiadapat berhubungan dengan manusia.sedekat apapun manusia dengan Tuhannya tidak lantas membuat manusia dapat menyatu dengan Tuhan.


Al-Qur’an dan Hadis dengan jelas menyebutkan bahwa”inti”makhluk adalah”bentuk lain” dari Allah.Benda yang diciptakan adalah bentuk lain dari penciptaan-Nya.
4)      Kesinambungan antara hakikat dengan syariat. Keterkaitan antara tasawuf (aspek batiniah ) dengan fiqih (aspek lahiriah) merupakan konsekuensi dari paham sunni. Kaum sufi dari kalangan sunni tetap memandang penting persoalan-persoalan lahiriah-formal, seperti aturan yang dianut fuqaha.
5)      Konsentrasi pada soal pembinaan, pendidikan akhlak, dan pengobatan jiwa dengan cara riyadah (latihan mental) dan langkah takhalli, tahalli, dan tajalli.

C.     Tokoh-Tokoh Tasawuf Sunni
Ada dua aliran dalam tasawuf.Pertama,aliran tasawuf sunni,yaitu aliran yang memagari dirinya dengan al-qur’an dan al-hadis.kedua,aliran tasawuf falsafi,yaitu aliran yang menggunakan term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Munculnya aliran-aliran tasawuf ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Begitu juga sama halnya dengan Tasawuf sunni. Diantara sufi yang berpengaruh dari aliran-aliran tasawuf sunni dengan antara lain sebagai berikut:
1.      Hasan al-Basri
Hasan al-Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’ dan zahid. Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di Madinah pada tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Ia dilahirkan dua malam sebelum khalifah Umar Bin Khatab wafat dan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut menyaksikan perang badar dan 300 sahabat lainnya.[5]
Setahun sesudah perang Shiffin dia pindah ke Bashrah dan menetap di sana sampai ia meninggal tahun 110 H. setelah ia menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajian disana karena keprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu ekses dari kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu. Garakan itulah yang menyebabkan Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalah zuhud serta khauf dan raja’.


Dasar pendiriannya yang paling utama adalah zuhud terhadap kehidupan duniawi sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan duniawi. Dr. Muh. Mustofa Helmi, guru besar filsafat Islam dalam “Fuad I University” mengatakan kemungkinan bahwasanya zuhud Hasan al-Bashri yang didasarkan kepada takut, ialah karena takut akan siksa Tuhan dalam neraka. Hasan al-bashri mengumpamakan dunia ini seperti ular terasa mulus kalau disentuh tangan tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh karena itu, dunia ini harus dijauhi serta kenikmatan hidup duniawi harus ditolak. Dasar-dasar ajaran zuhud ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh tasawuf yang datang kemudian dengan beberapa perbedaan sesuai dengan pengalaman serta

kemampuan pribadi para sufi itu sendiri. Diantaranya ada yang memilih hidup sederhana dan mengasingkan diri, tekun beribadah, berdzikir, merenungkan kebesaran tuhan, mencari kelemahan diri, memikirkan dan memperhatikan keindahan alam semesta.
Prinsip kedua Hasan al-Bashri adalah al-khouf dan raja’. Dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalakikan perintahNya. Serta menyadari kekurang sempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu memikirkan kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.
Hasan al-Bashri berkeyakinan bahwa perasaan takut atau khouf itu sama dengan memetik amal sholeh. Katanya tidak seorang manusiapun yang tidak pernah merasa takut dan keluh kesah. Kesimpulan dari ajaran Hasan al-Bashri ialah zuhud atau menjauhi kehidupan duniawi sehingga perhatian terpusat pada kehidupan dunia akhirat dan mawas diri dan selalu memikirkan kehidupan ukhrowi adalah jalan yang akan menyampaikan seseorang kepada kebahagiaan yang abadi.
Hasan al-Basri merupakan pribadi yang cemerlang dan suri tauladan yang benar bagi akhlak luhur, setelah dalam kesucian dan kejernihannya. Beliau selalu menyiarkan kemuliaan yang tinggi dengan petuahnya yang berpengaruh dan ucapannya yang mantap, serta suluk-nya yang dijadikan sebagai contoh. Meskipun begitu, Hasan al-Basri bukanlah seorang sufi, dalam arti yang tepat pada kata shufi.
2.      Rabiah Al-Adawiyah
Nama lengkapnya adalah Rabiah al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah, juga digelari Ummu al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabi’ah karena ia puteri ke



empat dari anak-anak Ismail. Diceritakan, bahwa sejak masa kanak-kanaknya dia telah hafal Al-Quran dan sangat kuat beribadah serta hidup sederhana.
Ajaran terpenting dari sufi wanita ini adalah al-mahabbah dan bahkan menurut menurut banyak pendapat, ia merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb dengan isi dan pengertian yang khas tasawuf. Hal ini barangkali ada kaitannya dengan kodratnya sebagai wanita yang berhati lembut dan penuh kasih, rasa estetika yang dalam berhadapan dengan situasi yang ia hadapi pada masa itu. Cinta murni kepada Tuhan adalah puncak ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut ini dapat diungkap apa yang ia maksud dengan al-mahabbah:
Kasihku, hanya Engkau yang kucinta,
Pintu hatiku telah tertutup bagi selain-Mu,
Walau mata jasadku tak mampu melihat Engkau,
Namun mata hatiku memandang-Mu selalu.
Cinta kepada Allah adalah satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia mambagi cintanya untuk yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku kepada Allah telah menutup hatiku untuk mencintai selain Dia”. Bahkan sewaktu ia ditanyai tentang cintanya kepada

Rasulullah SAW, ia menjawab: “Sebenarnya aku sangat mencintai Rasulullah, namun kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk mencintai siapa saja selain Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya lagi mealui syair berikut ini: “Daku tenggelam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena kekasih, sirna rasa benci dan murka”.
Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin dibukakan tabir yang memisahkan dirinya dengan Tuhan. Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa suatu ketika Rabi’ah al-Adawiyah berkeluh-kesah sakit. Dan beberapa sufi menjenguknya, dan Rabiah mengira bahwa sakitnya itu dikarenakan ghirah atau kecemburuan Allah kepadanya, karena hati Rabiah pada saat itu tertarik akan surga.
3.      Dzu Al-Nun Al-Misri
Nama lengkapnya adalah Abu al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun al-Mishri al-Akhimini Qibthy. Ia dilahirkan di Akhmin daerah Mesir. Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang silsilah keturunan dan riwayat pendidikannya karena masih banyak orang yang belum



mengungkapkan masalah ini. Namun demikian telah disebut-sebut oleh orang banyak sebagai seorang sufi yang tersohor dan tekemuka diantara sufi-sufi lainnya pada abad 3 Hijriah.
Sebagia seorang ahli tasawuf, Dzu al-Nun memandang bahwa ulama-ulama Hadits dan Fiqih memberikan ilmunya kepada masyarakat sebagai salah satu hal yang menarik keduniaan disamping sebagai obor bagi agama. Pandangan hidupnya yang cukup sensitif barangkali yang menyebabkan banyak yang menentangnya. Tidak sampai di situ, bahkan para Fuqaha mengadukannya kepada ulama Mesir yang menuduhnya sebagai orang yang zindiq, sampai pada akhirnya dia sampai memutuskan untuk sementara waktu pergi dari negerinya dan berkelana ke negeri lain. Namun sekembalinya dari perkelanaan tersebut, orang banyak tetap menuduhnya sebagai seorang yang zindiq. Bahkan orang-orang menuruhnya untuk pergi ke Baghdad menemui khalifahuntuk menerima pengadilan.
Akan tetapi di Baghdad ada banyak sufi yang berasal dari mesir dan diantara mereka ada yang bekerja sebagai pegawai di lingkungan istana, dan merekalah yang mengusahakan kebebasan Dzu al-Nun tersebut. Ternyata kemudian ajarannya diterima di Baghdad. Sekembalinya di Mesir, ia kembali mengjarkan ajaran tasawufnya dan semenjak itu pula tasawuf berkembang dengan pesat di kawasan mesir.
Jasa-jasa Dzu al-Nun yang paling besar adalah sebagai peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufi menuju Allah, yang disebut al-maqomat. Ajarannya member petunjuk arah jalan menuju kedekatan dengan Allah sesuai dengan pandangan sufi.

Disamping itu, dia juga pelopor doktrin al-makrifah. Dalam hal ini ia membedakan antara pengetahuan dengan keyakinan. Menurutnya, pengetahuan merupakan hasil pengamatan inderawi, yaitu apa yang ia dapat diterima melalui panca indera. Sedangkan keyakinan adalah hasil dari apa yang dipikirkan dan / atau diperoleh melalui intuisi.

Dia membagi tiga kualitas pengetahuan, yaitu:
a.       Pengetahuan orang yang beriman tentang Allah pada umumnya, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui pengakuan atau syahadat.
b.      Pengetahuan tentang keesaan Tuhan melalui bukti-bukti dan pendemonstrasian ilmiah dan hal ini merupakan milik orang-orangyang bijak, pintar dan terpelajar.
c.       Pengetahuan tentang sifat-sifat Yang Maha Esa, dan ini merupakan milik orang-orang yang shaleh (wali Allah) yang dapat mengenal wajah Allah dengan mata hatinya.

Ketika Dzu al-Nun ditanya tentang bagaimana ia mengenal Tuhan, maka dia menjawab: “Aku mengenal Tuhan karena Tuhan sendiri, kalau bukan karena Tuhan, aku tidak akan mengenal Tuhan”
Dzu al-Nun menerangkan, bahwa cirri-ciri makrifat itu ialah seseorang menerima segala sesuatu itu adalah atas nama Allah dan memutuskan segala sesuatu itu dengan menyerahkan kepada Allah, serta menyenangi segala sesuatu hanya semata-mata karena Allah.
Ucapan hikmah lain dari Dzu al-Nun al-Mishri adalah: “Pangkal pembicaraan pada empat hal: Mencintai Allah Yang Maha Agung, membenci kekikiran, mengikuti Al-Qur’an, dan takut berubah.”
Dzun al-Nun al-Mishri Rahimahumullah pun pernah berkata, “Al-Hikmah tidak akan pernah tinggal pada seseorang yang pada perutnya penuh dengan makanan.” Pernah juga ditanya tentang tobat, lalu dijawab, “Tobat orang awam adalah perbuatan dosa, sedangkan tobat orang khusus dari kelengahan.”
4.       Abu Hamid Al-Ghazali
Menurut Abu al-Wafa’ al-Ganimi al-Taftazani, ada dua corak tasawuf yang berkembang di kalangan sufi, yaitu pertama, corak tasawuf sunni, di mana para pengikutnya memagari tasawuf mereka dengan Alquran dan as-Sunnah serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka dengan keduanya. Kedua, corak tasawuf semi-filosofis, di mana para pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil (syathahat) serta bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terhadinya penyatuan ataupun hulul.

Pendapat senada juga diungkapkan oleh Simuh dengan menggunakan istilah yang berbeda. Simuh menyatakan bahwa pada dua corak tasawuf yaitu union mistik dan personal/transendentalis mistik. Union mistik yaitu suatu corak tasawuf yang memandang manusia bersumber dari Tuhan dan dapat mencapai penghayatan kesatuan kembali dengan Tuhannya. Sedangkan personal/transendentalis mistik yaitu suatu corak tasawuf yang menekankan aspek personal bagi manusia dan Tuhan. Pada paham ini hubungan manusia dengan Tuhan dilukiskan sebagai hubungan antara makhluk dengan khalik
Dari dua corak tasawuf tersebut, menurut Abdul Qadir Mahmud, al-Gazali masuk pada kelompok yang memiliki corak tasawuf sunni, bahkan di tangan al-Gazali lah tasawuf sunni mencpai kematangannya.
Mahmud berpendapat, para pemimpin sunni pertama telah menunjukkan ketegaran mereka menghadapi gelombang pengaruh gnostik barat dan timur, dengan berpegang teguh pada


spirit Islam, yang tidak mengingkari sufisme yang tumbuh dari tuntunan Alquran, yang membawa syariat, juga yang menyuguhkan masalah-masalah metafisika. Mereka mampu merumuskan sufisme yang islami dan mampu bertahan terhadap pelbagai fitnah yang merongrong aqidah Islam di kalangan sufirme. Sufisme sunni akhirnya beruntung mendapatkan seorang tokoh pembenteng dan pengawal bagi spirit metode Islami yaitu al-Gazali, yang menempatkan syariat dan hakikat secara seimbang.
Di tangan al-Gazali tasawuf menjadi halal bagi kaum syariat, sesudah kaum ulama memandangnya sebagai hal yang menyeleweng dari Islam. Konsepsi al-Gazali yang mengkompromikan antara pengalaman sufisme dengan syariat telah dijelaskan di dalam kitabnya yang terkenal yaitu Ihya Ulumuddin. Karya besar ini terdiri dari 4 jilid. Jilid pertama dan kedua berisi ajaran syariat dan aqidah disertai dasar-dasar ayat-ayat suci Alquran serta hadis dan penafsirannya. Dibahas pula bagaimana tingkat-tingkat pengamalan syariat yang sempurna lahir batin.
Pada jilid ketiga dan keempat, khusus membahas tasawuf dan tuntunan budi luhur bagi kesempurnaan sebuah pengamalan syariat. Dimulai dengan membahas keajaiban hati beserta nafsu-nafsu, amarah, lawwamah dan mutmainnah yang ketiganya saling berebut untuk menguasai batin manusia. Kemudian dilanjutkan tantang ajaran jihad akbar untuk memerangi dan menguasai nafsu amarah dan lawwamah, yakni ajaran tentang penyucian hati yang dalam ajaran tasawuf diartikan memutuskan setiap persangkutan dengan dunia, dan mengisi dengan sepenuh hati hanya bagi Tuhan semata. Kemudian dilanjutkan tentang cara mengkonsentrasikan seluruh kesadaran untuk berzikir kepada Allah. Hasil dari zikir adalah fana dan ma’rifat kepada Allah.

Dengan demikian, corak tasawuf al-Gazali lebih menekankan pada aspek pendidikan moralitas bagi para pencari kebenaran. Maqamat-maqamat yang diajarkan oleh al-Gazali terdapat di dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, khususnya juz IV. Di dalam bagian tersebut diuraikan secara berturut-turut sebagai berikut: Kitab al-Taubah, Kitab al-Sabr wa al-Syukr, Kitab al-Khauf wa al-Raja, Kitab al-Faqr wa al-Zuhd, Kitab Tauhid wa al-Tawakkal, Kitab al-Mahabbah wa al-Syauq.
Kajian Islam terbagi kepada berbagai bidang ilmu yang antara lain adalah ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tawhid, ilmu kalam, dan ilmu fikih. Ilmu kalam membahas tentang Tuhan, rasul-rasul, wahyu, akhirat, iman dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ilmu kalam disebut juga ilmu usuluddin, ilmu ‘aqa’id, dan teologi. Dalam mengkaji dan membahas materi ilmu kalam ini terdapat bermacam-macam cara memahaminya di kalangan umat Islam. Paham yang


lahir dari suatu cara memahami materi ilmu kalam ini dalam bahasa Arab disebur firqah yang jamaknya firaq. Untuk aliran dalam fikih disebut mazhab. Namun, belakangan penggunaan sebutan-sebutan ini sudah tidak terlalu ketat lagi sehingga kata mazhab kadang-kadang sudah digunakan oleh sementara orang untuk maksud aliran dalam ilmu kalam. Persoalan yang pertama-tama muncul dalam Islam adalah persoalan di bidang politik. Kelompok yang keluar dari ajaran  disebutKhawarij.
Mereka memandang Ali, Mu‘awiyah, Abu Musa, ‘Amr ibn al‘Ash dan orang-orang yang setuju dengan perdamaian yang disebut dalam sejarah arbitrase sebagai kafir. Tak berapa lama, Khawarij ini pecah pula kepada beberapa sekte yang antara satu dengan lainnya saling mengkafirkan dan menghalalkan darahnya. Persoalan kafir pun berkembang. Kalau tadinya kafir itu berarti orang yang tidak berhukum kepada Al-Quran, maka kemudian pelaku dosa besar (murtakib alkabirah), yakni pembunuh Usman pun dihukum kafir. Ternyata, persoalan ini menimbulkantigaaliran. Kedua aliran Murji’ah yang memandang pelaku dosa besar tetap mukmin dan hukumannya ditangguhkan kepada Mahkamah Allah untuk mengampuninya atau tidak mengampuninya. Ketiga aliran Muktazilah yang memandang pelakudosa besar berada di antaraduaposisimukmindankafir (almanzilah bain almanzilatain). Di luar tiga golongan ini, masih tinggal golongan yang mengikuti paham mayoritas umat Islam yang kemudian dikenal dengan golongan Ahlus Sunnah walJama‘ah..Al Hasan alBasri(w.110H)
Imam Malik (w. 179 H) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) adalah di antara tokoh-tokoh AhlusSunnah.
            Paham Ahlus Sunnah ini kemudian dipertegas oleh Abu al Hasan al Asy‘ari (w. 330 H). Menurut dia, Allah mengetahui dengan ilmu, hidup dengan hayah, menghendaki dengan iradah. Pelaku dosa besar jika tidak taubat, maka hukumannya terserah kepada Allah.

 Manusia mujbar (terpaksa),tetapi Allah memberi kasab baginya. Alquran adalah kalam Allah yang qadim.bertentangan dengan paham qadariah yang dianut kaum mu’tazilah dan yang menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan manusia dalam berpikir,kemauan dan perbuatan ,pemuka-pemuka mu’tazila memakai kekerasan dalam usaha menyiarkan ajaran-ajaran mereka.Ajaran yang ditonjolkan adalah paham bahwa al-qur’an tidak bersifat qadim,tetapi baharu dan diciptakan .paham adanya yang qadim disamping Tuhan bagi kaum mu’tazilah ,berarti menduakan Tuhan.


Menduakan Tuhan adalah syirik,dan dosa terbesar dan tidak dapat diampuni oleh tuhan. Selain Abu al Hasan al Asy‘ari, dikenal pula Ahmad at Tahawi (w. 322 H) di Mesir dan Abu Mansur al Maturidi as Samarkandi (w. 333 H) yang ketiganya disebut dalam sejarah sebagai pendiri aliran Sunni. Namun karena antara mereka terdapat juga perbedaan, maka yang lebih tepat paham mereka dibanggakan kepada masing-masing.Misalnya, paham Asy‘ariyah, paham Maturidiyah dan paham Tahawiyah. Ketika mendiskusikan hukum pelaku dosa besar, Wasil berdiri dari majlisal Hasan dan pergi kesatu sudut dariMasjid Basrah.Di sana ia berkata bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak Mukmin, melainkan almanzilah bain almanzilatain (posisi di antara dua posisi). Sejak itu, paham ini berkembang menjadi satu aliran.Diatas telah disebutkanpokokajaranmereka.
            Syiah pun memiliki sekte-sekte. Ahlus Sunnah pun bermacam macam pula yang pada garis besarnya ada dua, Salaf atau Salafi dan Khalaf. Paham Salaf diwakili Imam Ahmad ibn
Hambal (w.241 H), Abu al Hasan al Asy‘ari (w. 330 H) dan Syekh Ibn Taimiyah (w. 728 H), sedang paham Khalaf diwakili al Baqillani (w.403 H) dan al Juwaini (w. 478 H). Perbedaan pokok antara Salaf dan Khalaf adalah soal takwil. Takwil berarti memberi makna kepada nas Alquran dan Hadis dengan makna yang jauh,tidak makna zahirnya.[6]
 Demikianlah lahir dan berkembang aliran-aliran dalam Islam. Masing-masing berkembang menjadi sekte-sekte. Sebagian sekte ini masih dalam lingkaran Islam dan sebagian lagi sudah tergelincir dari Islam. Misalnya,sekte ‘Ajaridah dari Khawarij tidak mengakui surat Yusuf sebagi bagian dari Alquran.Sebab, menurut mereka cerita paham-paham seperti ini sudahtergelincirdariIslam.

Untuk pertamakalinya di dunia, aliran Islam Sunni dan Syiah tergabung dalam institusi resmi di Indonesia. Organisasi dengan nama Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia (Muhsin) akan dideklarasikan di Masjid Akbar Kemayoran, Jalan Benyamin Sueb, Jakarta Pusat.
“Ini pertama kalinya di dunia, organisasi gabungan antara Syiah dan Ahlussunah (Sunni),” kata penggagas Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia (Muhsin), Jalaluddin Rahmat dalam perbincangan dengan wartawan, Jumat 20 Mei 2011. “Sampai saat ini, semua undangan termasuk dari Kementerian Polhukam dipastikan hadir. Hanya dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menolak hadir,” kata Jalaluddin.


Organisasi Sunni-Syiah ini merupakan inisiatif dari Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan Pengurus Pusat  Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (Ijabi). Sunni atau Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah atau Ahlus-Sunnah wal Jama’ah adalah mereka yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur’an dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat Nabi. Sekitar 90 persen umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10 persen menganut aliran Syiah. Pengikut Sunni sebagian besar berada di negara-negara Arab, seperti Arab Saudi, Bahran, dan Qatar.
Sedangkan Syiah ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya (keluarga). Syi’ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi’ah. Pengikut Syiah sebagian besar berada di negara Iran dan Irak.
“Seorang tokoh di Mesir pernah membentuk institusi gabungan antara Sunni dan Syiah. Dia adalah Hasan Albana. Tetapi, dia tewas dibunuh orang,” kata Jalaluddin. Meski demikian, inisitaif Hasan Albana itu baru dalam tataran inisiatif secara individu.






Muhammad itu Nabi Islam Aliran Syiah Atau Sunni ?

Islam aliran Sunni menganggap agama Islamnya itulah yang paling benar sedangkan
Islam2 lainnya adalah sesat.  Karena nabi Muhammad dulunya pernah menyatakan
bahwa pada akhir zaman Islam terpecah dalam 72 firqoh (aliran), padahal sejak
abad wafatnya nabi Muhammad pun Islam sudah terpecah belah jauh sebelum akhir
zaman.
Lalu menghadapi kenyataan bahwa Islam terpecah belah dalam ribuan aliran2 yang


berbeda, maka timbul pertanyaan, Muhammad sebagai nabi itu termasuk Islam
aliran mana ?
Ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa Muhammad itu tidak termasuk aliran
manapun juga !!!
Celakanya, dalam Quran ditulis pernyataan Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa
dari sekian banyak aliran Islam, maka Islam yang benar itu cuma satu..... 
Artinya yang benar cuma satu maka sisanya semua aliran lainnya itu dianggap tidak benar.  Wajar akibat pernyataan ini mengakibatkan sesama Islam jadi saling jagal karena menganggap Islam lainnya sebagai tidak benar sesuai apa yang di          katakan nabi Muhammad.
Akhirnya banyak umat Islam juga cuma ingin mengikuti Muhammad, sehingga terciptalah aliran "Muhammad" yang di Indonesia mungkin dinamakan aliran  "Muhammadiah".  Tapi inipun bisa dibantah, karena Islam di Indonesia secara resmi melalui menteri Agama dinyatakan sebagai Islam aliran Sunni.
Ada juga kelompok Islam lainnya tidak mau berpihak kepada aliran, tapi kelompok
inipun akhirnya menjadi aliran baru seperti "Ahmadiah".  Mereka menamakan diri "Ahmadiah" artinya aliran ini adalah pengikut Muhammad karena "Ahmadiah" dipercaya sebagai nama asli nabi Muhammad.Memang, diakhir hayatnya nabi Muhammad, Islam terpecah menjadi dua aliran
besar, yaitu Syiah dan Sunni.  Syiah juga kemudian terpecah lagi menjadi ratusan aliran, tidak berbeda dengan nasib Sunni yang terpecah belah lagi dalam ribuan aliran dimana masing2 aliran menuduh aliran lainnya sesat meskipun sama2 Sunni.
Tujuan umat Islam untuk mendirikan kekalipahan Islam tidak bisa disangkal
sebagai kewajiban setiap muslimin.  Masalahnya kalo kita sebagai muslimin diharuskan memilih Islam aliran mana yang kita pilih untuk mewakili umat Islam seluruh dunia..... 


tentunya kacau jadinya, karena masing2 mau memaksakan alirannyalah yang jadi kalipah, masing2 tidak ada yang mau mengalah, semua merasa yang paling benar, dan untuk membuktikannya mereka harus mempertunjukkan berani mati dalam mematikan sesama Islam aliran lainnya. Jihad teror itulah yang jadi bukti kebenaran Islam masing2.[7]




maqamat- maqamat yang diajarkan oleh al-Gazali, di antaranya: Konsep taubat, zuhud tawakkal, dan ma’rifah.
a. Taubat
Pemahaman tentang taubat, menurut al-Gazali mencakup tiga hal: Ilmu, sikap (hal), dan tindakan. Ilmu adalah pengetahuan seseorang tentang bahawa yang diakibatkan dosa besar. Pengetahuan itu melahirkan sikap sedih dan menyesal, yang melahirkan tindakan untuk bertaubat. Tobat harus dilakukan dengan kesadaran hati yang penuh dan berjanji pada diri seindiri untuk tidak mengulangi perbuatan dosa.
b.Zuhud
Dalam keadaan ini seorang calon sufi harus meninggalkan kesenangan duniawi dan hanya mengharapkan kesenangan ukhrawi. Al-Gazali membagi tingkatan zuhud dari segi tingkatan motivasi yang mendorongnya kepada tiga tingkatan:
Zuhud yang didorong oleh rasa takut terhadap api neraka dan yang semacamnya. Zuhud dalam tingkatan ini adalah zuhudnya orang-orang pengecut.
Zuhud yang didorong oleh motif mencari kenikmatan hidup di akhirat. Zuhud dalam tingkatan ini adalah zuhudnya orang-orang yang berpengharapan, yang hubungannya dengan Allah diikat oleh ikatan pengharapan dan cinta, bukan ikatan takut.


Zuhud yang didorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari memperhatikan apa saja selain Allah dalam rangka membersihkan diri daripadanya dan menganggap remeh terhadap apa yang selain Allah. Zuhud dalam tingkatan inilah yang merupakan sikap zuhud para arifin.
c.       Tawakal
Tawakal dalam tasawuf diartikan berserah diri kepada kehendak Tuhan seperti halnya mayat di depan orang yang memandikannya. Tawakal dalam pengertian tasawuf adalah suatu syarat mutlak sebagai tangga memutuskan segala ikatan dengan dunia secara total dan final 


Tanpa jiwa tawakal seperti itu, hati tidak akan terbebas dari belenggu.Menurut al-Gazali, sikap tawakal lahir dari keyakinan yang teguh akan kemahakuasaan Allah sebagai pencipta. Dia berkuasa melakukan apa saja terhadap manusia. Walaupun demikian, harus pula diyakini bahwa Dia juga Maha Rahman, Maha Pengasih, tak pilih kasih pada makhluknya. Karena itu, manusia seharusnya berserah diri kepada Tuhannya dengan sepenuh hati.
d.      Ma’rifah
Ma’rifah (gnosis) secara umum diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Sedangkan menurut tasawuf, ma’rifah berarti mengetahui Allah Swt dari dekat. Bagi al-Gazali, ma’rifah bukan hanya diartikan melihat Tuhan, tetapi juga mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada.  Alat yang digunakan untuk mendapatkan ma’rifah adalah qalbu. Menurut al-Gazali, qalbu bagaikan cermin. Sementara ilmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya. Jelasnya, jika cermin qalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan realitas-realitas ilmu. Adapun penyebab qalbu tidak bening adalah hawa nafsu, maka untuk mendapatkan hati yang bening, seorang sufi harus berpaling dari hawa nafsu.
Memperoleh ma’rifah merupakan proses yang bersifat terus menerus. Makin banyak seorang sufi memperoleh ma’rifah, makin banyak pula yang diketahuinya tentang rahasia Tuhan dan semakin dekatlah ia kepada-Nya. Proses yang dilakukan oleh seorang sufi untuk memperoleh ma’rifah yaitu dengan cara riyadhah dan mujahadah dalam beribadah.
Selanjutnya, al-Gazali menjelaskan bahwa ma’rifah ini menimbulkan mahabbah (mencintai Tuhan), dan mahabbah baginya bukan mahabbah sebagai yang diucapkan Rabi’ah al-Adawiyah, tetapi mahabbah dalam bentuk cinta seseorang kepada yang berbuat baik kepadanya, cinta yang timbul dari kasih dan rahmat Tuhan kepada manusia yang memberi manusia hidup, rizki, kesenangan dan lain-lain.










PENDAHULUAN

Tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman tentang institusi islam. Ajaran islam dipandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriah dan batiniah. Pendalaman aspek batiniah mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, namun tanpa mengabaikan aspek lahiriah.
Abad kelima hijriyah muncullah Imam al-Ghazali,yang sepenuhnya hanya menerima tasawuf berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bertujuan asketis,kehidupan sederhana.Al-Ghazali berhasil mengenalkan prinsip tasawuf yang moderat,ysng seiring dengan aliran ahlu sunnah waljama’ah.
 Selama abad kelima hijriyah, aliran tasawuf sunni terus tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, tasawuf filosofis mulai tenggelam. Tenggelamnya aliran filosofis ini pada dasarnya merupakan imbas kejayaan aliran teologi  ahlu sunnah waljama’ah diatas aliran-aliran lainnya.diantara kritik keras teologi ahlu sunnah waljama’ah dialamatkan pada keekstriman tasawuf Abu Yazid Al-Busthami,Al-Hallaj dan para sufi lain yang ungkapan-ungkapannyaterkenal ganjil,termasuk kecamannya terhadap semua bentuk berbagai penyimpangan lainnya yang mulai timbul dikalangan tasawuf.kejayaan tasawuf sunni diakibatkan oleh kepiawaian Abu Hasan Al-Asy’ari(wafat pada tahun 324 H) dalam menggagas pemikiran-pemikiran sunni nya terutama dalam bidang ilmu kalam.
Tasawuf pada abad kelima hijriyah mengalami pembaharuan, yakni dengan mengembalikan pada landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qusyairi dan Al-Hawari adalah tokoh sufi yang paling menonjol pada abad ini yang member bentuk tasawuf sunni. Dalam penilaianya ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsip tasawuf atas landasan tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara dari penyimpangan dan lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun Ahlu Sunnah yang menakjubkan. Pada  abad ini merupakan tonggak yang menentukan kejayaan tasawuf sunni yang tersebar luas dikalangan dunia islam.
Abad  keenam hijriyah sebagai akibat pengaruh Al-Ghazali yang begitu besar,pengaruh tasawuf sunni semakin meluas keseluruh pelosok dunia islam.sejak abad keenam hijriyahmuncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat.artinya tidak dapat disebut dengan murni tasawuf.mereka banyak menimba berbagai sumber ,seperti filsafat yunani.

Seiring munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakanya dengan tasawuf yang mula-mula berkembang, yakni tasawuf akhlaki. Tasawuf akhlaki ini identik dengan tasawuf Sunni. Hanya saja titik tekan penyebutan tasawuf sunni dilihat pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memagari tasawufnya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, aliran tasawuf terbagi menjadi dua, yaitu tasawuf sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak, dan tasawuf falsafi, aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis. ungkapan-ungkapan itu bertolak dari keadaan fana menuju hulul.
Tasawuf sunni sebagaimana dituturkan Al- Qusyairi dalam Ar-Risalah-nya, diwakili banyak tokoh dari abad ketiga dan keem-pat hijriyah, Imam Al-Ghazali dan para pemimpin thoriqat yang mengikutinya. Adapun tasawuf filosofi diwakili para sufi yang memadukan tasawuf dengan filsafat. Diantara fuqaha yang paling keras terhadap golongan sufi ialah Ibnu Taimiyah (wafat pada tahun 728 H).
A.    Rumusan Masalah

1.      Mengapa Tasawuf sunni dimunculkan ?
2.      Apa saja Ciri-ciri tasawuf sunni ?
3.      Siapakah tokoh-tokoh dalam Tasawuf sunni ?
4.      Apa akibat yang muncul dengan adanya tasawuf sunni ?

`        C.Tujuan  masalah

            Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :

Ø  Menjelaskan sebab mjunculnya tasawuf sunni
Ø  Menjelaskan ciri – ciri tasawuf sunni
Ø  Mengetahui tokoh – tokoh yang berperan dalam Tasawuf sunni
Ø  Mengetahui pengaruh dalam tasawuf sunni


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan kami kesempatan dalam menyelesaikan tugas makalah ini, beberapa hal penting yang kami muat tentang isi makalah dan kami berharap ini merupakan awal sekaligus membuka sesuatu yang terkunci terdapat didalamnya ketidak tahuan kita tentang tasawuf sunni.
Tasawuf sunni muncul karena berbagai komplik yang terjadi di kalangan sufi, baik internal maupun eksternal yang berawal dari perbedaan persepsi terhadap ajaran agama dengan berpangkal pada pengaruh kulturan pada masa itu. Terutama unsur filsafat yang memiliki persepsi berbeda, baik filsafat yunani, india dan versia.
Dalam makalah kami ini tentunya sangat banyak sekali kekurangan, baik dari segi bahasa, tulisan dan rujukan yang sangat sedikit, bukankah Kesempurnaan hanya dimiliki oleh sang Kholik? sekali lagi kami berharap konsep tasawuf sunni ini bisa sedikit kita kenal mulai dari tokoh tokohnya, ciri-cirinya dan akibat sunni di munculkan segali gus menuntun kita kepada ajarannya yang akhlaqi dan amali. Amiiin,
Saran dan kritikan yang membangun dari anda adalah kunci kami untuk membuka gudang ilmu yang seluas luasnya. Robbana zidna ‘ngilmaa warzukna fahma

                                                                                                                                    Penyusun

                                                                                                                                   Kelompok B






DAFTAR PUSTAKA

Anwar Rosihan,dkk,Ilmu Tasawuf.Bandung:Pustaka.2004.
Nasution Harun,Teologi Islam:Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:Universitas
            Indonesia.1986.
ar Rosihon,Akhlak Tasawuf.Bandung:Pustaka Setia.2009.



















TASAWUF SUNNI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Akhlaq Tasawuf
Dosen Pengampu :Malik Ibrahim






MAKALAH AKHLAK TASAWUF
DIsusun Oleh :

Nama                                                    NIM                       No Hp
Fahrurozy                                            11380061             087739045382
Putri Rismawati                                 11380062             087834978248
Susi Nurkholidah                              11380060             085664768346

MUAMALAT
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2011/2012


[1]  Rosihan Anwar,Ilmu Tasawuf,pustaka setia,Bandung.hlm 49.
[2] Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani, Madkhal Ila At-Thasawwuf Al-Islam, terj.Ahmad Rofi’ ‘Utsmani,”Sufi dari Zaman ke Zaman”,Pustaka,Bandung,1985,hlm.
[3] Usman Said,et.Al.,Pengantar Ilmu Tasawuf,Medan,Proyek pembinaan perguruan Tinggi Agama IAIN Sumatera Utara,1981,hlm.96.
[4] Qamar Kailani,Fi Al-Tashawwuf Al-Islam,Dar Al-Ma’arif,Kairo,1969,hlm.27.
[5] Hamka.Tasawuf:Perkembangan dan Pemurniannya.Jakarta:Pustaka Panji Mas.1986.hlm.76.

No comments: