PEMBAHASAN
A.
Perkembangan Tasawuf Akhlaqi Dan Falsafi
Dalam perkembanganya, para ahli membagi tasawuf menjadi dua,
yaitu tasawuf yang mengarah pada perilaku dan tasawuf yang mengarah pada
teori-teori yang rumit dan memerlukan pemahaman. Pada perkembanganya,
tasawuf perilaku sering disebut sebagai
tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang banyak dikembangkan
oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang kedua disebut tasawuf salafi. Tasawuf ini
banyak dikembangkan oleh para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof.
Pembagian dua jenis tasawuf diatas berdasarkan kecenderungan
ajaran yang dikembangkan, yakni pada perilaku atau moral keagamaan dan
kecenderungan pada pemikiran. Dua kecenderungan ini mempunyai jalan
sendiri-sendiri.
Tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman tentang
institusi islam. Ajaran islam dipandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriah
dan batiniah. Pendalaman aspek batiniah mulai terlihat sebagai hal yang paling
utama, namun tanpa mengabaikan aspek lahiriah.[1]
Perkembangan
tasawuf dalam islam telah mengalami beberapa fase: pertama, yaitu fase
asketisme (zuhud)yang tumbuh pada abad pertama dan kedua hijriyah.sikap
asketisme ini dipandang sebagai awal munculnya tasawuf. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa asketisme (zuhud) itu adalah cikal bakal timbulnya tasawuf.
Sedangkan asketisme itu sendiri sumbernya adalah ajaran Islam, baik yang
bersumber dari Al-Qur’an, sunnah maupun kehidupan sahabat nabi.
Pengertian umum
dari Zuhud sendiri adalah Zuhhaad, jamak dari zahid. Zahid diambil dari Zuhd
yang artinya ”tidak ingin”. Tidak “demam” kepada dunia, keemegahan, harta benda
dan pangkat. Menurut Abu Yazid Busthami ketika ditanya orang apa arti zuhud
itu, beliau menjawab: tidak mempunyai apa-apa dan tidak dipunyai apa-apa.
Gerakan asketisme itu sendiri dapat dibedakan menjadi 4
aliran utama;
1.
Aliran Bashroh
Aliran Bashroh mulai Nampak pada abad kedua Hijriyah. Aliran
ini muncul dengan ciri khasnya yaitu, sikap asketisme yang sangat kuat dan
lebih ekstrim serta mengembangkan sikap yang amat takut terhadap murka Allah,
serta amat sangat takut terhadap siksa diakhirat. Pada periode inilah, mulai
meluas dan berkembangnya sufisme. Artinya konsep-konsep yang tadinya
semata-mata sebagai sikap hidup saja kemudian disusun sebagai upaya untuk
mencapai tujuan. Tokoh terpenting dari aliran ini. Antara lain; Malik Ibnu
Dinar dan Hassan Al-Bashri.
2.
Aliran Madinah
Sejak masa
permulaan Islam, di Madinah sudah terlihat kelompok-kelompok asketis yang
berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah dan menempatkan rosulullah sebagai
idola kezuhudan mereka. Ciri yang paling utama di aliran ini adalah kekuatan
dan kekhusyu’an beribadah kepada Allah, konsekuen serta kensisten dalam sikap
walaupun dating berbagai godaan. Bagi mereka yang terpenting bagi mereka adalah
mendepatkan diri kepada Allah serta menjauhkan diri dari segala hal yang dapat
mengurangi kekhusyu’an beribadah kepada Allah. Tokohnya yang terkenal
diantaranya adalah Salman Al-Farisi dan Abdullah Ibnu Mas’ud.
3. Aliran Kuffah
Apabila kedua
aliran diatas lebih mengarahkan perhatian kepada ibadah dan menghindari
pengaruh-pengaruh yang merusak. Maka, aliran Kuffah lebih bercorak idealis.
Gemar kepada hal-hal yang bersifat imajinatif yang biasanya dituangkan dalam
bentuk puisi, tekstualis dalam memahami ketetapan dan sedikit cenderung kepada
aliran syi’ah. Namun, secara keseluruhan aliran ini masih berpola Ahlu sunnah
wal jama’ah. Ciri khas aliran ini yaitu rasa keagamaan yang kental, asketisme
yang keras, kerendahan hati dan kesederhanaan hidup. Tokohnya yang terkenal
yaitu, Shufyan Al-Tsauri.
4. Aliran Mesir
Aliran mesir
memiliki kesamaan cirri dengan aliran madinah. Sebab aliran ini sebenarnya
adalah perluasan dari aliran madinah yang tersebar melalui sahabat yang ikut serta
ke Mesir pada saat Islam memasuki kawasan itu. Tokohnya adalah Dzuu al-Nun al
mishri.
Sulit dipastikan
kapan asketisme itu beralih ke sufisme, tetapi yang pasti sufisme yang awal
adalah sufisme yang konsisten dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.
Karena itu tasawuf tipe awal ini dapat diterima sebagian besar ulama terutama
ulama ahlu sunnah wal jama’ah. Hal ini pula yang menyebabkan penamaan tasawuf
sunni. Dari aliran-aliran diatas dapat dilihat bahwa tokoh-tokoh aliran-aliran
tersebut adalah ahlu zuhud. Namun tidak setiap yang
zuhud
bias disebut sufi, tapi sebaliknya tidak mungkin menjadi sufi tanpa melalui
zuhud atau asketisme.
Pada
fase ini,mereka menjalankan konsepsi asketis ,yaitu tidak mementingkan
makanan,pakaian,maupun tempat tinggal. Tokoh yang sangat popular adalah Hasan
Al-Basri (wafat pada 110 H) dan Rabi’ah Al-Adawiyah (wafat pada 185 H) dan
dijuluki sebagai zahid. Kaum salaf melaksanakan amalan tasawuf dengan
menampilkan akhlak atau moral yang terpuji, dengan maksud memahami kandungan
batiniah ajaran islam yang mereka nilai mengandung akhlak terpuji. Oleh karena
itu, ketika mereka menyaksikan ketidakberesan perilaku disekitarnya, mereka
menanamkan kembali akhlak mulia. Pada masa ini tasawuf identik dengan akhlak.
Kondisi
tersebut kurang lebih berkembang selam satu abad,kemudian pada abad ketiga
hijriyah,muncul jenis tasawuf lain yang lebih menonjolkan pemikiran
eksklusif.golongan ini diwakili oleh
Al-Hallaj,yang kemudian dihukum mati karena menyatakan pendapatnya
mengenai hulul (pada 309 H) .
Pada
abad kelima hijriyah muncullah Imam al-Ghazali,yang sepenuhnya hanya menerima
tasawuf berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bertujuan asketis,kehidupan
sederhana.Al-Ghazali berhasil mengenalkan prinsip tasawuf yang moderat,ysng
seiring dengan aliran ahlu sunnah waljama’ah,dan bertentangan dengan tasawuf
Al-hallaj,terutama karakter manusia.
Sejak
abad keenam hijriyah sebagai akibat pengaruh Al-Ghazali yang begitu
besar,pengaruh tasawuf sunni semakin meluas keseluruh pelosok dunia islam.sejak
abad keenam hijriyahmuncul sekelompok tokoh tasawuf yang memadukan tasawuf
mereka dengan filsafat.artinya tidak dapat disebut dengan murni tasawuf.mereka
banyak menimba berbagai sumber ,seperti filsafat yunani. Mereka pun banyak
mempunyai teori mendalam mengenai jiwa, moral, pengetahuan, wujud dan sangat
bernilai baik ditinjau dari segi tasawuf maupun filsafat, dan berdampak besar
bagi para sufi mutakhir.
Dengan
munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakanya dengan tasawuf
yang mula-mula berkembang, yakni tasawuf akhlaki. Tasawuf akhlaki ini identik
dengan tasawuf Sunni. Hanya saja titik tekan penyebutan tasawuf sunni dilihat
pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memagari tasawufnya dengan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, aliran tasawuf terbagi menjadi dua,
yaitu tasawuf sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak, dan tasawuf
falsafi, aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis.
ungkapan-ungkapan itu bertolak dari keadaan fana menuju hulul.[2]
Tasawuf
sunni sebagaimana dituturkan Al- Qusyairi dalam Ar-Risalah-nya, diwakili banyak
tokoh dari abad ketiga dan keem-pat hijriyah, Imam Al-Ghazali dan para pemimpin
thoriqat yang mengikutinya. Adapun tasawuf filosofi diwakili para sufi yang
memadukan tasawuf dengan filsafat. Diantara fuqaha yang paling keras terhadap
golongan sufi ialah Ibnu Taimiyah (wafat pada tahun 728 H).
Selama
abad kelima hijriyah, aliran tasawuf sunni terus tumbuh dan berkembang.
Sebaliknya, tasawuf filosofis mulai tenggelam. Tenggelamnya aliran filosofis
ini pada dasarnya merupakan imbas kejayaan aliran teologi ahlu sunnah waljama’ah diatas
aliran-aliran lainnya.diantara kritik keras teologi ahlu sunnah waljama’ah
dialamatkan pada keekstriman tasawuf Abu Yazid Al-Busthami,Al-Hallaj dan para
sufi lain yang ungkapan-ungkapannya terkenal ganjil,termasuk kecamannya
terhadap semua bentuk berbagai penyimpangan lainnya yang mulai timbul
dikalangan tasawuf.kejayaan tasawuf sunni diakibatkan oleh kepiawaian Abu Hasan
Al-Asy’ari(wafat pada tahun 324 H) dalam menggagas pemikiran-pemikiran sunni
nya terutama dalam bidang ilmu kalam.
Tasawuf
pada abad kelima hijriyah mengalami pembaharuan, yakni dengan mengembalikan
pada landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qusyairi dan Al-Hawari adalah tokoh sufi
yang paling menonjol pada abad ini yang member bentuk tasawuf sunni. Dalam
penilaianya ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsip
tasawuf atas landasan tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara
dari penyimpangan dan lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun Ahlu Sunnah
yang menakjubkan. Pada abad ini
merupakan tonggak yang menentukan kejayaan tasawuf sunni yang tersebar luas
dikalangan dunia islam.
A.
Ajaran Tasawuf Akhlaqi
Tujuan
tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan sehingga merasa berada
di hadirat Tuhan. Keberadaan di hadirat Tuhan itu dirasakan sebagai kenikmatan
dan kebahagiaan yang haqiqi.[3]
Untuk
mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian,jiwa memerlukan pendidikan mental
yang panjang.Dengan kata lain ,untuk berada dihadirat Allah dan sekaligus
mencapai tingkat kebahagiaan yang optimum,manusia harus lebih dulu
mengidentifikasi dirinya dengan cirri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa
yang bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral dan berakhlak
mulia.falsafah hidup seseorang tentang kehidupan material merupakan alat ukur
bagi baik buruknya sikap mental.Menurut Al-Ghazali , tak terkontrolnya hawa
nafsu yang ingin mengecap kenikmatan hidup duniawi adalah sumber utama dari
kerusakan akhlak.
Para
sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang tidak baik
diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriah.Pada tahap awal memasuki
kehidupan tasawuf,seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian
yang cukup berat.Tujuannya adalah menguasai hawa nafsu .sistem pembinaan
tasawuf disusun berikut ini.
1.Takhalli
Takhalli
merupakan langkah pertama yang harus dijalankanseorang sufi.takhalli adalah
usaha mengosongkan diri dari perilaku
dan akhlak tercela.
2.Tahalli
Tahalli
adalah upaya mengisi atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan
sikap,perilaku dan akhlak terpuji.Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah
menosongakn jiwa dari akhlak-akhlak jelek.
3.Tajalli
Kata Tajalli bermakna terungkapnya nur
ghaib.[4]
B.
Tasawuf Sunni
Islam Sunni atau yang juga
dikenal dengan nama Islam aliran Ahlussunnah wal Jama'ah adalah aliran Islam
yang menjalankan perintah Allah dan diikuti dengan praktek untuk melakukan
Sunnah Rasulullah SAW. Aliran Islam ini menganggap bahwa Sunnah Rasul merupakan
amalan yang harus dijalankan. Sedangkan yang sering terdengar, yaitu Syiah,
adalah aliran Islam yang
menganggap
bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang seharusnya menjadi
utusan Allah. Kaum ini sangat menghargai Sayyidina Muhammad.
Tasawuf sunni merupakan aliran
tasawuf yang ajarannya berusaha memadukan aspek syari’ah dan hakikat namun
diberi interpertasi dan metode baru yang belum dikenal pada masa salaf
as-shalihin dan lebih mementingkan cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta
bagaimana cara menjauhkan diri dari semua hal yang dapat menggangu kekhusyu’an
jalannya ibadah yang mereka lakukan. Aliran tasawuf ini memiliki ciri yang
paling utama yaitu kekuatan dan kekhusyu’annya beribadah kepada Allah,
dzikrullah serta konsekuen dan juga konsisten dalam sikap walaupun mereka
diserang dengan segala godaan kehidupan duniawi.
Dari
awal prosesnya, corak tasawuf ini muncul dikarenakan ketegangan-ketegangan
dikalangan sufi, baik yang bersifat internal maupun eksternal yaitu para sufi
dan ulama’ zahir baik para fuqaha maupun mutakallimin. Hal itu menyebabkan
citra tasawuf menjadi jelek dimata umat, maka sebagian tokoh sufi melakukan
usaha-usaha untuk mengembalikan citra tasawuf. Usaha ini memperoleh
kesempurnaan ditangan Ghozali, yang kemudian melahirkan Tasawuf Sunni.
Tasawuf
sunni yang terus berkembang sejak zaman klasik islam hingga zaman modern sering
disukai orang karena penampilan paham atau ajaran-ajarannya yang tidak terlalu
rumit.Adapun ciri-ciri tasawuf sunni :
1) Melandaskan diri pada Al-Qur’an
dan Al-Sunnah. Tasawuf jenis ini memakai landasan Qur’ani dan hadist sebagai
pendekatannya.
2) Tidak menggunakkan
terminology-terminologi filsafat sebagaimana terdapat pada ungkapan-ungkapan
yang ganjil (syathahat). Terminology itu dikembangkan tasawuf sunni secara
lebih transparan.kalaupun ada terminologi yang mirip syathahat,itu dianggapnya
merupakan pengalaman pribadi.pengalaman yang ditemukannya itu juga mereka
anggap sebagai sebuah karamah atau keajaiban yang mereka temui.sejalan dengan
itu ,Ibnu Khaldun ,sebagaimana dikutip Al-Taftazani,memuji para pengikut
Al-Qusyairi yang beraliran sunni.
3) Bersifat mengajarkan dualisme
dalam hubungan antara Tuhan dan
manusia.Dualisme yang dimaksudkan disini adalah ajaran yang mengakui bahwa
meskipun manusiadapat berhubungan dengan manusia.sedekat apapun manusia dengan
Tuhannya tidak lantas membuat manusia dapat menyatu dengan Tuhan.
Al-Qur’an
dan Hadis dengan jelas menyebutkan bahwa”inti”makhluk adalah”bentuk lain” dari
Allah.Benda yang diciptakan adalah bentuk lain dari penciptaan-Nya.
4) Kesinambungan antara hakikat
dengan syariat. Keterkaitan antara tasawuf (aspek batiniah ) dengan fiqih
(aspek lahiriah) merupakan konsekuensi dari paham sunni. Kaum sufi dari
kalangan sunni tetap memandang penting persoalan-persoalan lahiriah-formal,
seperti aturan yang dianut fuqaha.
5) Konsentrasi pada soal pembinaan,
pendidikan akhlak, dan pengobatan jiwa dengan cara riyadah (latihan mental) dan
langkah takhalli, tahalli, dan tajalli.
C.
Tokoh-Tokoh Tasawuf Sunni
Ada dua aliran dalam
tasawuf.Pertama,aliran tasawuf sunni,yaitu aliran yang memagari dirinya dengan
al-qur’an dan al-hadis.kedua,aliran tasawuf falsafi,yaitu aliran yang
menggunakan term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf.
Munculnya aliran-aliran tasawuf ini tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang
berperan di dalamnya. Begitu juga sama halnya dengan Tasawuf sunni. Diantara
sufi yang berpengaruh dari aliran-aliran tasawuf sunni dengan antara lain
sebagai berikut:
1.
Hasan al-Basri
Hasan al-Basri adalah seorang
sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat taqwa, wara’ dan zahid. Nama
lengkapnya adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan. Lahir di Madinah pada
tahun 21 H tetapi dibesarkan di Wadi al-Qura. Ia dilahirkan dua malam sebelum
khalifah Umar Bin Khatab wafat dan bertemu dengan 70 orang sahabat yang turut
menyaksikan perang badar dan 300 sahabat lainnya.[5]
Setahun sesudah perang Shiffin
dia pindah ke Bashrah dan menetap di sana sampai ia meninggal tahun 110 H.
setelah ia menjadi warga Bashrah, ia membuka pengajian disana karena
keprihatinannya melihat gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah
terpengaruh oleh duniawi sebagai salah satu ekses dari kemakmuran ekonomi yang
dicapai negeri-negeri Islam pada masa itu. Garakan itulah yang menyebabkan
Hasan Basri kelak menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan
kehidupan sufi di bashrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalah zuhud
serta khauf dan raja’.
Dasar pendiriannya yang paling
utama adalah zuhud terhadap kehidupan duniawi sehingga ia menolak segala
kesenangan dan kenikmatan duniawi. Dr. Muh. Mustofa Helmi, guru besar filsafat
Islam dalam “Fuad I University” mengatakan kemungkinan bahwasanya zuhud Hasan
al-Bashri yang didasarkan kepada takut, ialah karena takut akan siksa Tuhan
dalam neraka. Hasan al-bashri mengumpamakan dunia ini seperti ular terasa mulus
kalau disentuh tangan tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh karena itu, dunia
ini harus dijauhi serta kenikmatan hidup duniawi harus ditolak. Dasar-dasar
ajaran zuhud ini kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh tasawuf yang datang
kemudian dengan beberapa perbedaan sesuai dengan pengalaman serta
kemampuan pribadi para sufi itu
sendiri. Diantaranya ada yang memilih hidup sederhana dan mengasingkan diri,
tekun beribadah, berdzikir, merenungkan kebesaran tuhan, mencari kelemahan
diri, memikirkan dan memperhatikan keindahan alam semesta.
Prinsip kedua Hasan al-Bashri
adalah al-khouf dan raja’. Dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah
karena berbuat dosa dan sering melalakikan perintahNya. Serta menyadari
kekurang sempurnaannya. Oleh karena itu, prinsip ajaran ini adalah mengandung
sikap kesiapan untuk melakukan mawas diri atau muhasabah agar selalu memikirkan
kehidupan yang akan datang yaitu kehidupan yang hakiki dan abadi.
Hasan al-Bashri berkeyakinan
bahwa perasaan takut atau khouf itu sama dengan memetik amal sholeh. Katanya
tidak seorang manusiapun yang tidak pernah merasa takut dan keluh kesah.
Kesimpulan dari ajaran Hasan al-Bashri ialah zuhud atau menjauhi kehidupan
duniawi sehingga perhatian terpusat pada kehidupan dunia akhirat dan mawas diri
dan selalu memikirkan kehidupan ukhrowi adalah jalan yang akan menyampaikan
seseorang kepada kebahagiaan yang abadi.
Hasan al-Basri merupakan pribadi
yang cemerlang dan suri tauladan yang benar bagi akhlak luhur, setelah dalam
kesucian dan kejernihannya. Beliau selalu menyiarkan kemuliaan yang tinggi
dengan petuahnya yang berpengaruh dan ucapannya yang mantap, serta suluk-nya
yang dijadikan sebagai contoh. Meskipun begitu, Hasan al-Basri bukanlah seorang
sufi, dalam arti yang tepat pada kata shufi.
2.
Rabiah Al-Adawiyah
Nama lengkapnya adalah Rabiah
al-adawiyah binti ismail al Adawiyah al Bashoriyah, juga digelari Ummu
al-Khair. Ia lahir di Bashrah tahun 95 H, disebut rabi’ah karena ia puteri ke
empat
dari anak-anak Ismail. Diceritakan, bahwa sejak masa kanak-kanaknya dia telah
hafal Al-Quran dan sangat kuat beribadah serta hidup sederhana.
Ajaran terpenting dari sufi
wanita ini adalah al-mahabbah dan bahkan menurut menurut banyak pendapat, ia
merupakan orang pertama yang mengajarkan al-hubb dengan isi dan pengertian yang
khas tasawuf. Hal ini barangkali ada kaitannya dengan kodratnya sebagai wanita
yang berhati lembut dan penuh kasih, rasa estetika yang dalam berhadapan dengan
situasi yang ia hadapi pada masa itu. Cinta murni kepada Tuhan adalah puncak
ajarannya dalam tasawuf yang pada umumnya dituangkan melalui syair-syair dan
kalimat-kalimat puitis. Dari syair-syair berikut ini dapat diungkap apa yang ia
maksud dengan al-mahabbah:
Kasihku, hanya Engkau yang
kucinta,
Pintu hatiku telah tertutup bagi
selain-Mu,
Walau mata jasadku tak mampu
melihat Engkau,
Namun mata hatiku memandang-Mu
selalu.
Cinta kepada Allah adalah
satu-satunya cinta menurutnya sehingga ia tidak bersedia mambagi cintanya untuk
yang lainnya. Seperti kata-katanya “Cintaku
kepada Allah telah menutup hatiku untuk mencintai selain Dia”. Bahkan
sewaktu ia ditanyai tentang cintanya kepada
Rasulullah
SAW, ia menjawab: “Sebenarnya aku sangat
mencintai Rasulullah, namun kecintaanku pada al-Khaliq telah melupakanku untuk
mencintai siapa saja selain Dia”. Pernyataan ini dipertegas lagi olehnya
lagi mealui syair berikut ini: “Daku
tenggelam dalam merenung kekasih jiwa, Sirna segalanya selain Dia, Karena
kekasih, sirna rasa benci dan murka”.
Bisa dikatakan, dengan al-hubb ia
ingin memandang wajah Tuhan yang ia rindu, ingin dibukakan tabir yang
memisahkan dirinya dengan Tuhan. Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa
suatu ketika Rabi’ah al-Adawiyah berkeluh-kesah sakit. Dan beberapa sufi
menjenguknya, dan Rabiah mengira bahwa sakitnya itu dikarenakan ghirah atau
kecemburuan Allah kepadanya, karena hati Rabiah pada saat itu tertarik akan
surga.
3.
Dzu Al-Nun Al-Misri
Nama lengkapnya adalah Abu
al-Faidi Tsauban bin Ibrahim Dzu al-Nun al-Mishri al-Akhimini Qibthy. Ia
dilahirkan di Akhmin daerah Mesir. Sedikit sekali yang dapat diketahui tentang
silsilah keturunan dan riwayat pendidikannya karena masih banyak orang yang
belum
mengungkapkan
masalah ini. Namun demikian telah disebut-sebut oleh orang banyak sebagai
seorang sufi yang tersohor dan tekemuka diantara sufi-sufi lainnya pada abad 3
Hijriah.
Sebagia seorang ahli tasawuf, Dzu
al-Nun memandang bahwa ulama-ulama Hadits dan Fiqih memberikan ilmunya kepada
masyarakat sebagai salah satu hal yang menarik keduniaan disamping sebagai obor
bagi agama. Pandangan hidupnya yang cukup sensitif barangkali yang menyebabkan
banyak yang menentangnya. Tidak sampai di situ, bahkan para Fuqaha
mengadukannya kepada ulama Mesir yang menuduhnya sebagai orang yang zindiq,
sampai pada akhirnya dia sampai memutuskan untuk sementara waktu pergi dari
negerinya dan berkelana ke negeri lain. Namun sekembalinya dari perkelanaan
tersebut, orang banyak tetap menuduhnya sebagai seorang yang zindiq. Bahkan
orang-orang menuruhnya untuk pergi ke Baghdad menemui khalifahuntuk menerima
pengadilan.
Akan tetapi di Baghdad ada banyak
sufi yang berasal dari mesir dan diantara mereka ada yang bekerja sebagai
pegawai di lingkungan istana, dan merekalah yang mengusahakan kebebasan Dzu
al-Nun tersebut. Ternyata kemudian ajarannya diterima di Baghdad. Sekembalinya
di Mesir, ia kembali mengjarkan ajaran tasawufnya dan semenjak itu pula tasawuf
berkembang dengan pesat di kawasan mesir.
Jasa-jasa Dzu al-Nun yang paling
besar adalah sebagai peletak dasar tentang jenjang perjalanan sufi menuju
Allah, yang disebut al-maqomat. Ajarannya member petunjuk arah jalan menuju
kedekatan dengan Allah sesuai dengan pandangan sufi.
Disamping itu, dia juga pelopor
doktrin al-makrifah. Dalam hal ini ia membedakan antara pengetahuan dengan
keyakinan. Menurutnya, pengetahuan merupakan hasil pengamatan inderawi, yaitu
apa yang ia dapat diterima melalui panca indera. Sedangkan keyakinan adalah
hasil dari apa yang dipikirkan dan / atau diperoleh melalui intuisi.
Dia membagi tiga kualitas
pengetahuan, yaitu:
a. Pengetahuan orang yang beriman
tentang Allah pada umumnya, yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui pengakuan
atau syahadat.
b. Pengetahuan tentang keesaan Tuhan
melalui bukti-bukti dan pendemonstrasian ilmiah dan hal ini merupakan milik
orang-orangyang bijak, pintar dan terpelajar.
c. Pengetahuan tentang sifat-sifat
Yang Maha Esa, dan ini merupakan milik orang-orang yang shaleh (wali Allah)
yang dapat mengenal wajah Allah dengan mata hatinya.
Ketika Dzu al-Nun ditanya tentang
bagaimana ia mengenal Tuhan, maka dia menjawab: “Aku mengenal Tuhan karena
Tuhan sendiri, kalau bukan karena Tuhan, aku tidak akan mengenal Tuhan”
Dzu al-Nun menerangkan, bahwa
cirri-ciri makrifat itu ialah seseorang menerima segala sesuatu itu adalah atas
nama Allah dan memutuskan segala sesuatu itu dengan menyerahkan kepada Allah,
serta menyenangi segala sesuatu hanya semata-mata karena Allah.
Ucapan hikmah lain dari Dzu
al-Nun al-Mishri adalah: “Pangkal pembicaraan pada empat hal: Mencintai Allah
Yang Maha Agung, membenci kekikiran, mengikuti Al-Qur’an, dan takut berubah.”
Dzun al-Nun al-Mishri
Rahimahumullah pun pernah berkata, “Al-Hikmah tidak akan pernah tinggal pada
seseorang yang pada perutnya penuh dengan makanan.” Pernah juga ditanya tentang
tobat, lalu dijawab, “Tobat orang awam adalah perbuatan dosa, sedangkan tobat
orang khusus dari kelengahan.”
4.
Abu Hamid Al-Ghazali
Menurut Abu al-Wafa’ al-Ganimi
al-Taftazani, ada dua corak tasawuf yang berkembang di kalangan sufi, yaitu
pertama, corak tasawuf sunni, di mana para pengikutnya memagari tasawuf mereka
dengan Alquran dan as-Sunnah serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah
mereka dengan keduanya. Kedua, corak tasawuf semi-filosofis, di mana para
pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil (syathahat) serta bertolak
dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terhadinya penyatuan ataupun hulul.
Pendapat senada juga diungkapkan
oleh Simuh dengan menggunakan istilah yang berbeda. Simuh menyatakan bahwa pada
dua corak tasawuf yaitu union mistik dan personal/transendentalis mistik. Union
mistik yaitu suatu corak tasawuf yang memandang manusia bersumber dari Tuhan
dan dapat mencapai penghayatan kesatuan kembali dengan Tuhannya. Sedangkan
personal/transendentalis mistik yaitu suatu corak tasawuf yang menekankan aspek
personal bagi manusia dan Tuhan. Pada paham ini hubungan manusia dengan Tuhan
dilukiskan sebagai hubungan antara makhluk dengan khalik
Dari dua corak tasawuf tersebut,
menurut Abdul Qadir Mahmud, al-Gazali masuk pada kelompok yang memiliki corak
tasawuf sunni, bahkan di tangan al-Gazali lah tasawuf sunni mencpai
kematangannya.
Mahmud berpendapat, para pemimpin
sunni pertama telah menunjukkan ketegaran mereka menghadapi gelombang pengaruh
gnostik barat dan timur, dengan berpegang teguh pada
spirit
Islam, yang tidak mengingkari sufisme yang tumbuh dari tuntunan Alquran, yang
membawa syariat, juga yang menyuguhkan masalah-masalah metafisika. Mereka mampu
merumuskan sufisme yang islami dan mampu bertahan terhadap pelbagai fitnah yang
merongrong aqidah Islam di kalangan sufirme. Sufisme sunni akhirnya beruntung
mendapatkan seorang tokoh pembenteng dan pengawal bagi spirit metode Islami
yaitu al-Gazali, yang menempatkan syariat dan hakikat secara seimbang.
Di tangan al-Gazali tasawuf
menjadi halal bagi kaum syariat, sesudah kaum ulama memandangnya sebagai hal
yang menyeleweng dari Islam. Konsepsi al-Gazali yang mengkompromikan antara
pengalaman sufisme dengan syariat telah dijelaskan di dalam kitabnya yang
terkenal yaitu Ihya Ulumuddin. Karya besar ini terdiri dari 4 jilid. Jilid
pertama dan kedua berisi ajaran syariat dan aqidah disertai dasar-dasar
ayat-ayat suci Alquran serta hadis dan penafsirannya. Dibahas pula bagaimana
tingkat-tingkat pengamalan syariat yang sempurna lahir batin.
Pada jilid ketiga dan keempat,
khusus membahas tasawuf dan tuntunan budi luhur bagi kesempurnaan sebuah
pengamalan syariat. Dimulai dengan membahas keajaiban hati beserta nafsu-nafsu,
amarah, lawwamah dan mutmainnah yang ketiganya saling berebut untuk menguasai
batin manusia. Kemudian dilanjutkan tantang ajaran jihad akbar untuk memerangi
dan menguasai nafsu amarah dan lawwamah, yakni ajaran tentang penyucian hati
yang dalam ajaran tasawuf diartikan memutuskan setiap persangkutan dengan
dunia, dan mengisi dengan sepenuh hati hanya bagi Tuhan semata. Kemudian
dilanjutkan tentang cara mengkonsentrasikan seluruh kesadaran untuk berzikir
kepada Allah. Hasil dari zikir adalah fana dan ma’rifat kepada Allah.
Dengan demikian, corak tasawuf
al-Gazali lebih menekankan pada aspek pendidikan moralitas bagi para pencari
kebenaran. Maqamat-maqamat yang diajarkan oleh al-Gazali terdapat di dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin, khususnya juz IV. Di dalam bagian tersebut diuraikan
secara berturut-turut sebagai berikut: Kitab al-Taubah, Kitab al-Sabr wa
al-Syukr, Kitab al-Khauf wa al-Raja, Kitab al-Faqr wa al-Zuhd, Kitab Tauhid wa
al-Tawakkal, Kitab al-Mahabbah wa al-Syauq.
Kajian Islam terbagi kepada
berbagai bidang ilmu yang antara lain adalah ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu
tawhid, ilmu kalam, dan ilmu fikih. Ilmu kalam membahas tentang Tuhan,
rasul-rasul, wahyu, akhirat, iman dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ilmu
kalam disebut juga ilmu usuluddin, ilmu ‘aqa’id, dan
teologi. Dalam mengkaji dan membahas materi ilmu kalam ini terdapat
bermacam-macam cara memahaminya di kalangan umat Islam. Paham yang
lahir
dari suatu cara memahami materi ilmu kalam ini dalam bahasa Arab disebur firqah
yang jamaknya firaq. Untuk aliran dalam fikih disebut mazhab. Namun, belakangan
penggunaan sebutan-sebutan ini sudah tidak terlalu ketat lagi sehingga kata
mazhab kadang-kadang sudah digunakan oleh sementara orang untuk maksud aliran
dalam ilmu kalam. Persoalan yang pertama-tama muncul dalam Islam adalah
persoalan di bidang politik. Kelompok yang keluar dari ajaran disebutKhawarij.
Mereka memandang Ali, Mu‘awiyah, Abu Musa, ‘Amr ibn al‘Ash dan orang-orang yang setuju dengan perdamaian yang disebut dalam sejarah arbitrase sebagai kafir. Tak berapa lama, Khawarij ini pecah pula kepada beberapa sekte yang antara satu dengan lainnya saling mengkafirkan dan menghalalkan darahnya. Persoalan kafir pun berkembang. Kalau tadinya kafir itu berarti orang yang tidak berhukum kepada Al-Quran, maka kemudian pelaku dosa besar (murtakib alkabirah), yakni pembunuh Usman pun dihukum kafir. Ternyata, persoalan ini menimbulkantigaaliran. Kedua aliran Murji’ah yang memandang pelaku dosa besar tetap mukmin dan hukumannya ditangguhkan kepada Mahkamah Allah untuk mengampuninya atau tidak mengampuninya. Ketiga aliran Muktazilah yang memandang pelakudosa besar berada di antaraduaposisimukmindankafir (almanzilah bain almanzilatain). Di luar tiga golongan ini, masih tinggal golongan yang mengikuti paham mayoritas umat Islam yang kemudian dikenal dengan golongan Ahlus Sunnah walJama‘ah..Al Hasan alBasri(w.110H)
Imam Malik (w. 179 H) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) adalah di antara tokoh-tokoh AhlusSunnah.
Paham Ahlus Sunnah ini kemudian dipertegas oleh Abu al Hasan al Asy‘ari (w. 330 H). Menurut dia, Allah mengetahui dengan ilmu, hidup dengan hayah, menghendaki dengan iradah. Pelaku dosa besar jika tidak taubat, maka hukumannya terserah kepada Allah.
Mereka memandang Ali, Mu‘awiyah, Abu Musa, ‘Amr ibn al‘Ash dan orang-orang yang setuju dengan perdamaian yang disebut dalam sejarah arbitrase sebagai kafir. Tak berapa lama, Khawarij ini pecah pula kepada beberapa sekte yang antara satu dengan lainnya saling mengkafirkan dan menghalalkan darahnya. Persoalan kafir pun berkembang. Kalau tadinya kafir itu berarti orang yang tidak berhukum kepada Al-Quran, maka kemudian pelaku dosa besar (murtakib alkabirah), yakni pembunuh Usman pun dihukum kafir. Ternyata, persoalan ini menimbulkantigaaliran. Kedua aliran Murji’ah yang memandang pelaku dosa besar tetap mukmin dan hukumannya ditangguhkan kepada Mahkamah Allah untuk mengampuninya atau tidak mengampuninya. Ketiga aliran Muktazilah yang memandang pelakudosa besar berada di antaraduaposisimukmindankafir (almanzilah bain almanzilatain). Di luar tiga golongan ini, masih tinggal golongan yang mengikuti paham mayoritas umat Islam yang kemudian dikenal dengan golongan Ahlus Sunnah walJama‘ah..Al Hasan alBasri(w.110H)
Imam Malik (w. 179 H) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) adalah di antara tokoh-tokoh AhlusSunnah.
Paham Ahlus Sunnah ini kemudian dipertegas oleh Abu al Hasan al Asy‘ari (w. 330 H). Menurut dia, Allah mengetahui dengan ilmu, hidup dengan hayah, menghendaki dengan iradah. Pelaku dosa besar jika tidak taubat, maka hukumannya terserah kepada Allah.
Manusia mujbar (terpaksa),tetapi Allah memberi
kasab baginya. Alquran adalah kalam Allah yang qadim.bertentangan dengan paham
qadariah yang dianut kaum mu’tazilah dan yang menganjurkan kemerdekaan dan
kebebasan manusia dalam berpikir,kemauan dan perbuatan ,pemuka-pemuka mu’tazila
memakai kekerasan dalam usaha menyiarkan ajaran-ajaran mereka.Ajaran yang
ditonjolkan adalah paham bahwa al-qur’an tidak bersifat qadim,tetapi baharu dan
diciptakan .paham adanya yang qadim disamping Tuhan bagi kaum mu’tazilah
,berarti menduakan Tuhan.
Menduakan Tuhan adalah syirik,dan
dosa terbesar dan tidak dapat diampuni oleh tuhan. Selain Abu al Hasan al
Asy‘ari, dikenal pula Ahmad at Tahawi (w. 322 H) di Mesir dan Abu
Mansur al Maturidi as Samarkandi (w. 333 H) yang ketiganya disebut dalam
sejarah sebagai pendiri aliran Sunni. Namun karena antara mereka terdapat juga
perbedaan, maka yang lebih tepat paham mereka dibanggakan kepada masing-masing.Misalnya,
paham Asy‘ariyah, paham Maturidiyah dan paham Tahawiyah. Ketika
mendiskusikan hukum pelaku dosa besar, Wasil berdiri dari majlisal Hasan dan
pergi kesatu sudut dariMasjid Basrah.Di sana ia berkata bahwa pelaku dosa besar
tidak kafir dan tidak Mukmin, melainkan almanzilah bain almanzilatain (posisi
di antara dua posisi). Sejak itu, paham ini berkembang menjadi satu
aliran.Diatas telah disebutkanpokokajaranmereka.
Syiah pun memiliki sekte-sekte. Ahlus Sunnah pun bermacam macam pula yang pada garis besarnya ada dua, Salaf atau Salafi dan Khalaf. Paham Salaf diwakili Imam Ahmad ibn
Hambal (w.241 H), Abu al Hasan al Asy‘ari (w. 330 H) dan Syekh Ibn Taimiyah (w. 728 H), sedang paham Khalaf diwakili al Baqillani (w.403 H) dan al Juwaini (w. 478 H). Perbedaan pokok antara Salaf dan Khalaf adalah soal takwil. Takwil berarti memberi makna kepada nas Alquran dan Hadis dengan makna yang jauh,tidak makna zahirnya.[6]
Syiah pun memiliki sekte-sekte. Ahlus Sunnah pun bermacam macam pula yang pada garis besarnya ada dua, Salaf atau Salafi dan Khalaf. Paham Salaf diwakili Imam Ahmad ibn
Hambal (w.241 H), Abu al Hasan al Asy‘ari (w. 330 H) dan Syekh Ibn Taimiyah (w. 728 H), sedang paham Khalaf diwakili al Baqillani (w.403 H) dan al Juwaini (w. 478 H). Perbedaan pokok antara Salaf dan Khalaf adalah soal takwil. Takwil berarti memberi makna kepada nas Alquran dan Hadis dengan makna yang jauh,tidak makna zahirnya.[6]
Demikianlah lahir dan berkembang aliran-aliran
dalam Islam. Masing-masing berkembang menjadi sekte-sekte. Sebagian sekte ini
masih dalam lingkaran Islam dan sebagian lagi sudah tergelincir dari Islam.
Misalnya,sekte ‘Ajaridah dari Khawarij tidak mengakui surat Yusuf
sebagi bagian dari Alquran.Sebab, menurut mereka cerita paham-paham seperti ini
sudahtergelincirdariIslam.
Untuk pertamakalinya di dunia,
aliran Islam Sunni dan Syiah tergabung dalam institusi resmi di Indonesia.
Organisasi dengan nama Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia (Muhsin) akan
dideklarasikan di Masjid Akbar Kemayoran, Jalan Benyamin Sueb, Jakarta Pusat.
“Ini
pertama kalinya di dunia, organisasi gabungan antara Syiah dan Ahlussunah
(Sunni),” kata penggagas Majelis Ukhuwah Sunni-Syiah Indonesia (Muhsin),
Jalaluddin Rahmat dalam perbincangan dengan wartawan, Jumat 20 Mei 2011. “Sampai
saat ini, semua undangan termasuk dari Kementerian Polhukam dipastikan hadir.
Hanya dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang menolak hadir,” kata Jalaluddin.
Organisasi Sunni-Syiah ini
merupakan inisiatif dari Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (DMI) dan
Pengurus Pusat Ikatan Jamaah Ahlulbait
Indonesia (Ijabi). Sunni atau Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah atau Ahlus-Sunnah wal
Jama’ah adalah mereka yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Qur’an
dan hadits yang shahih dengan pemahaman para sahabat Nabi. Sekitar 90 persen
umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10 persen menganut aliran Syiah.
Pengikut Sunni sebagian besar berada di negara-negara Arab, seperti Arab Saudi,
Bahran, dan Qatar.
Sedangkan Syiah ialah salah satu
aliran atau mazhab dalam Islam yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad dan Ahlul
Bait-nya (keluarga). Syi’ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni
pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi’ah. Pengikut Syiah
sebagian besar berada di negara Iran dan Irak.
“Seorang tokoh di Mesir pernah
membentuk institusi gabungan antara Sunni dan Syiah. Dia adalah Hasan Albana.
Tetapi, dia tewas dibunuh orang,” kata Jalaluddin. Meski demikian, inisitaif
Hasan Albana itu baru dalam tataran inisiatif secara individu.
Muhammad itu Nabi Islam Aliran Syiah Atau Sunni ?
Islam aliran Sunni menganggap
agama Islamnya itulah yang paling benar sedangkan
Islam2
lainnya adalah sesat. Karena nabi
Muhammad dulunya pernah menyatakan
bahwa
pada akhir zaman Islam terpecah dalam 72 firqoh (aliran), padahal sejak
abad
wafatnya nabi Muhammad pun Islam sudah terpecah belah jauh sebelum akhir
zaman.
Lalu menghadapi kenyataan bahwa
Islam terpecah belah dalam ribuan aliran2 yang
berbeda,
maka timbul pertanyaan, Muhammad sebagai nabi itu termasuk Islam
aliran
mana ?
Ada
beberapa ulama yang menyatakan bahwa Muhammad itu tidak termasuk aliran
manapun
juga !!!
Celakanya, dalam Quran ditulis
pernyataan Nabi Muhammad yang menyatakan bahwa
dari
sekian banyak aliran Islam, maka Islam yang benar itu cuma satu.....
Artinya
yang benar cuma satu maka sisanya semua aliran lainnya itu dianggap tidak
benar. Wajar akibat pernyataan ini
mengakibatkan sesama Islam jadi saling jagal karena menganggap Islam lainnya
sebagai tidak benar sesuai apa yang di katakan
nabi Muhammad.
Akhirnya
banyak umat Islam juga cuma ingin mengikuti Muhammad, sehingga terciptalah
aliran "Muhammad" yang di Indonesia mungkin dinamakan aliran "Muhammadiah". Tapi inipun bisa dibantah, karena Islam di
Indonesia secara resmi melalui menteri Agama dinyatakan sebagai Islam aliran
Sunni.
Ada juga kelompok Islam lainnya
tidak mau berpihak kepada aliran, tapi kelompok
inipun
akhirnya menjadi aliran baru seperti "Ahmadiah". Mereka menamakan diri "Ahmadiah"
artinya aliran ini adalah pengikut Muhammad karena "Ahmadiah" dipercaya
sebagai nama asli nabi Muhammad.Memang, diakhir hayatnya nabi Muhammad, Islam
terpecah menjadi dua aliran
besar,
yaitu Syiah dan Sunni. Syiah juga kemudian
terpecah lagi menjadi ratusan aliran, tidak berbeda dengan nasib Sunni yang
terpecah belah lagi dalam ribuan aliran dimana masing2 aliran menuduh aliran
lainnya sesat meskipun sama2 Sunni.
Tujuan umat Islam untuk
mendirikan kekalipahan Islam tidak bisa disangkal
sebagai
kewajiban setiap muslimin. Masalahnya
kalo kita sebagai muslimin diharuskan memilih Islam aliran mana yang kita pilih
untuk mewakili umat Islam seluruh dunia.....
tentunya
kacau jadinya, karena masing2 mau memaksakan alirannyalah yang jadi kalipah,
masing2 tidak ada yang mau mengalah, semua merasa yang paling benar, dan untuk
membuktikannya mereka harus mempertunjukkan berani mati dalam mematikan sesama
Islam aliran lainnya. Jihad teror itulah yang jadi bukti kebenaran Islam masing2.[7]
maqamat- maqamat yang diajarkan
oleh al-Gazali, di antaranya: Konsep taubat, zuhud tawakkal, dan ma’rifah.
a.
Taubat
Pemahaman tentang taubat, menurut
al-Gazali mencakup tiga hal: Ilmu, sikap (hal), dan tindakan. Ilmu adalah
pengetahuan seseorang tentang bahawa yang diakibatkan dosa besar. Pengetahuan
itu melahirkan sikap sedih dan menyesal, yang melahirkan tindakan untuk
bertaubat. Tobat harus dilakukan dengan kesadaran hati yang penuh dan berjanji
pada diri seindiri untuk tidak mengulangi perbuatan dosa.
b.Zuhud
Dalam
keadaan ini seorang calon sufi harus meninggalkan kesenangan duniawi dan hanya
mengharapkan kesenangan ukhrawi. Al-Gazali membagi tingkatan zuhud dari segi
tingkatan motivasi yang mendorongnya kepada tiga tingkatan:
Zuhud yang didorong oleh rasa
takut terhadap api neraka dan yang semacamnya. Zuhud dalam tingkatan ini adalah
zuhudnya orang-orang pengecut.
Zuhud yang didorong oleh motif
mencari kenikmatan hidup di akhirat. Zuhud dalam tingkatan ini adalah zuhudnya
orang-orang yang berpengharapan, yang hubungannya dengan Allah diikat oleh
ikatan pengharapan dan cinta, bukan ikatan takut.
Zuhud
yang didorong oleh keinginan untuk melepaskan diri dari memperhatikan apa saja
selain Allah dalam rangka membersihkan diri daripadanya dan menganggap remeh
terhadap apa yang selain Allah. Zuhud dalam tingkatan inilah yang merupakan
sikap zuhud para arifin.
c. Tawakal
Tawakal dalam tasawuf diartikan
berserah diri kepada kehendak Tuhan seperti halnya mayat di depan orang yang
memandikannya. Tawakal dalam pengertian tasawuf adalah suatu syarat mutlak
sebagai tangga memutuskan segala ikatan dengan dunia secara total dan final
Tanpa jiwa tawakal seperti itu,
hati tidak akan terbebas dari belenggu.Menurut al-Gazali, sikap tawakal lahir
dari keyakinan yang teguh akan kemahakuasaan Allah sebagai pencipta. Dia
berkuasa melakukan apa saja terhadap manusia. Walaupun demikian, harus pula
diyakini bahwa Dia juga Maha Rahman, Maha Pengasih, tak pilih kasih pada
makhluknya. Karena itu, manusia seharusnya berserah diri kepada Tuhannya dengan
sepenuh hati.
d. Ma’rifah
Ma’rifah (gnosis) secara umum
diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal. Sedangkan
menurut tasawuf, ma’rifah berarti mengetahui Allah Swt dari dekat. Bagi
al-Gazali, ma’rifah bukan hanya diartikan melihat Tuhan, tetapi juga mengetahui
rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang
ada. Alat yang digunakan untuk
mendapatkan ma’rifah adalah qalbu. Menurut al-Gazali, qalbu bagaikan cermin.
Sementara ilmu adalah pantulan gambar realitas yang terdapat di dalamnya.
Jelasnya, jika cermin qalbu tidak bening, maka ia tidak dapat memantulkan
realitas-realitas ilmu. Adapun penyebab qalbu tidak bening adalah hawa nafsu,
maka untuk mendapatkan hati yang bening, seorang sufi harus berpaling dari hawa
nafsu.
Memperoleh ma’rifah merupakan
proses yang bersifat terus menerus. Makin banyak seorang sufi memperoleh
ma’rifah, makin banyak pula yang diketahuinya tentang rahasia Tuhan dan semakin
dekatlah ia kepada-Nya. Proses yang dilakukan oleh seorang sufi untuk
memperoleh ma’rifah yaitu dengan cara riyadhah dan mujahadah dalam beribadah.
Selanjutnya, al-Gazali
menjelaskan bahwa ma’rifah ini menimbulkan mahabbah (mencintai Tuhan), dan
mahabbah baginya bukan mahabbah sebagai yang diucapkan Rabi’ah al-Adawiyah,
tetapi mahabbah dalam bentuk cinta seseorang kepada yang berbuat baik
kepadanya, cinta yang timbul dari kasih dan rahmat Tuhan kepada manusia yang
memberi manusia hidup, rizki, kesenangan dan lain-lain.
PENDAHULUAN
Tasawuf
merupakan perkembangan dari pemahaman tentang institusi islam. Ajaran islam
dipandang dari dua aspek, yaitu aspek lahiriah dan batiniah. Pendalaman aspek
batiniah mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, namun tanpa mengabaikan aspek
lahiriah.
Abad
kelima hijriyah muncullah Imam al-Ghazali,yang sepenuhnya hanya menerima
tasawuf berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta bertujuan asketis,kehidupan
sederhana.Al-Ghazali berhasil mengenalkan prinsip tasawuf yang moderat,ysng
seiring dengan aliran ahlu sunnah waljama’ah.
Selama abad kelima hijriyah, aliran tasawuf
sunni terus tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, tasawuf filosofis mulai
tenggelam. Tenggelamnya aliran filosofis ini pada dasarnya merupakan imbas
kejayaan aliran teologi ahlu sunnah waljama’ah diatas
aliran-aliran lainnya.diantara kritik keras teologi ahlu sunnah waljama’ah
dialamatkan pada keekstriman tasawuf Abu Yazid Al-Busthami,Al-Hallaj dan para
sufi lain yang ungkapan-ungkapannyaterkenal ganjil,termasuk kecamannya terhadap
semua bentuk berbagai penyimpangan lainnya yang mulai timbul dikalangan
tasawuf.kejayaan tasawuf sunni diakibatkan oleh kepiawaian Abu Hasan
Al-Asy’ari(wafat pada tahun 324 H) dalam menggagas pemikiran-pemikiran sunni
nya terutama dalam bidang ilmu kalam.
Tasawuf
pada abad kelima hijriyah mengalami pembaharuan, yakni dengan mengembalikan
pada landasan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qusyairi dan Al-Hawari adalah tokoh
sufi yang paling menonjol pada abad ini yang member bentuk tasawuf sunni. Dalam
penilaianya ia menegaskan bahwa para tokoh sufi aliran ini membina prinsip
tasawuf atas landasan tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara
dari penyimpangan dan lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun Ahlu Sunnah
yang menakjubkan. Pada abad ini merupakan
tonggak yang menentukan kejayaan tasawuf sunni yang tersebar luas dikalangan
dunia islam.
Abad
keenam hijriyah sebagai akibat pengaruh
Al-Ghazali yang begitu besar,pengaruh tasawuf sunni semakin meluas keseluruh
pelosok dunia islam.sejak abad keenam hijriyahmuncul sekelompok tokoh tasawuf
yang memadukan tasawuf mereka dengan filsafat.artinya tidak dapat disebut
dengan murni tasawuf.mereka banyak menimba berbagai sumber ,seperti filsafat yunani.
Seiring
munculnya para sufi yang juga filosof, orang mulai membedakanya dengan tasawuf
yang mula-mula berkembang, yakni tasawuf akhlaki. Tasawuf akhlaki ini identik
dengan tasawuf Sunni. Hanya saja titik tekan penyebutan tasawuf sunni dilihat
pada upaya yang dilakukan oleh sufi-sufi yang memagari tasawufnya dengan
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan demikian, aliran tasawuf terbagi menjadi dua,
yaitu tasawuf sunni yang lebih berorientasi pada pengokohan akhlak, dan tasawuf
falsafi, aliran yang menonjolkan pemikiran-pemikiran filosofis.
ungkapan-ungkapan itu bertolak dari keadaan fana menuju hulul.
Tasawuf
sunni sebagaimana dituturkan Al- Qusyairi dalam Ar-Risalah-nya, diwakili banyak
tokoh dari abad ketiga dan keem-pat hijriyah, Imam Al-Ghazali dan para pemimpin
thoriqat yang mengikutinya. Adapun tasawuf filosofi diwakili para sufi yang
memadukan tasawuf dengan filsafat. Diantara fuqaha yang paling keras terhadap
golongan sufi ialah Ibnu Taimiyah (wafat pada tahun 728 H).
A. Rumusan Masalah
1.
Mengapa Tasawuf sunni dimunculkan ?
2.
Apa saja Ciri-ciri tasawuf sunni ?
3.
Siapakah tokoh-tokoh dalam Tasawuf sunni
?
4.
Apa akibat yang muncul dengan adanya
tasawuf sunni ?
` C.Tujuan masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini
yaitu :
Ø Menjelaskan
sebab mjunculnya tasawuf sunni
Ø Menjelaskan
ciri – ciri tasawuf sunni
Ø Mengetahui
tokoh – tokoh yang berperan dalam Tasawuf sunni
Ø Mengetahui
pengaruh dalam tasawuf sunni
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang telah
memberikan kami kesempatan dalam menyelesaikan tugas makalah ini, beberapa hal
penting yang kami muat tentang isi makalah dan kami berharap ini merupakan awal
sekaligus membuka sesuatu yang terkunci terdapat didalamnya ketidak tahuan kita
tentang tasawuf sunni.
Tasawuf sunni muncul karena berbagai
komplik yang terjadi di kalangan sufi, baik internal maupun eksternal yang
berawal dari perbedaan persepsi terhadap ajaran agama dengan berpangkal pada
pengaruh kulturan pada masa itu. Terutama unsur filsafat yang memiliki persepsi
berbeda, baik filsafat yunani, india dan versia.
Dalam makalah kami ini tentunya sangat
banyak sekali kekurangan, baik dari segi bahasa, tulisan dan rujukan yang
sangat sedikit, bukankah Kesempurnaan hanya dimiliki oleh sang Kholik? sekali
lagi kami berharap konsep tasawuf sunni ini bisa sedikit kita kenal mulai dari
tokoh tokohnya, ciri-cirinya dan akibat sunni di munculkan segali gus menuntun
kita kepada ajarannya yang akhlaqi dan amali. Amiiin,
Saran dan kritikan yang membangun dari
anda adalah kunci kami untuk membuka gudang ilmu yang seluas luasnya. Robbana
zidna ‘ngilmaa warzukna fahma
Penyusun
Kelompok B
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar Rosihan,dkk,Ilmu Tasawuf.Bandung:Pustaka.2004.
Nasution Harun,Teologi
Islam:Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:Universitas
Indonesia.1986.
ar Rosihon,Akhlak Tasawuf.Bandung:Pustaka Setia.2009.
TASAWUF SUNNI
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas
Mata Kuliah : Akhlaq Tasawuf
Dosen Pengampu :Malik Ibrahim
MAKALAH AKHLAK
TASAWUF
DIsusun Oleh :
Nama NIM No Hp
Fahrurozy 11380061 087739045382
Putri
Rismawati 11380062 087834978248
Susi
Nurkholidah 11380060 085664768346
MUAMALAT
FAKULTAS SYARI’AH DAN
HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011/2012
[1] Rosihan Anwar,Ilmu Tasawuf,pustaka
setia,Bandung.hlm 49.
[2]
Abu Al-Wafa’ Al-Ghanimi At-Taftazani, Madkhal
Ila At-Thasawwuf Al-Islam, terj.Ahmad Rofi’ ‘Utsmani,”Sufi dari Zaman ke Zaman”,Pustaka,Bandung,1985,hlm.
[3]
Usman Said,et.Al.,Pengantar Ilmu Tasawuf,Medan,Proyek
pembinaan perguruan Tinggi Agama IAIN Sumatera Utara,1981,hlm.96.
[4]
Qamar Kailani,Fi Al-Tashawwuf Al-Islam,Dar Al-Ma’arif,Kairo,1969,hlm.27.
[5]
Hamka.Tasawuf:Perkembangan dan Pemurniannya.Jakarta:Pustaka Panji
Mas.1986.hlm.76.
No comments:
Post a Comment