NASIKH (mengganti) WA MANSUKH (diangkat)
Nasikh yaitu sesuatu yang
menghapus, mengganti dan membatalkan atau yang tidak memberlakukan.
Mansukh adalah hukum yang
diangkat atau yang dihapuskan.
Naskh diperlukan
syarat-syarat berikut:
1.
Hukum yang mansukh adalah hukum syara’;
2.
Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khithab syar’i
yang datang lebih kemudian dari khithab yang hukumnya dimansukh.
Pengertian
nasikh dan mansukh secara terminolgi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1.
Menurut ulama Mutakadimin (abad ke 1 hingga abad ke 3 H), arti nasikh
dan mansukh secara terminologi ada 3, yaitu:
a.
Pembatalan hukum yang ditetapkan kemudian
b.
hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat
khusus yang datang kemudian
c.
Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang
belum jelas (samar), dan penetapan syarat terhadap hukum yang terdahulu yang
belum bersyarat.
2.
Menurut ulama Muta`akhirin ( setelah abad 3 H), naskh merupakan suatu ketentuan hukum yang datang
kemudian untuk membatalkan masa berlakunya hukum terdahulu. Sehingga dapat
dikatakan bahwa ketetapan hukum terdahulu tidak berlaku lagi dikarenakan adanya
ketetapan hukum yang baru.
Ex : (QS.al-Baqarah/2: 240) dengan (QS.al-Baqarah/2:234)
1.
Al-Qur`an dengan Sunnah
Nasakh ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.
Naskh al-Qur`an dengan Hadits Ahad
b.
Naskh al-Qur`an dengan Hadits Mutawatir
2.
Sunnah dengan al-Qur`an
Para jumhur ulama memperbolehkan naskh ini. Baitul
maqdis ke masjidil haram (QS. Al-Baqarah/2: 144)
3.
Sunnah dengan Sunnah
Naskh dalam kategori ini terdapat empat bentuk, antara
lain:
a.
Sunnah mutawatir dengan sunnah mutawatir (boleh)
b.
Sunnah ahad dengan sunnah ahad (boleh)
c.
Sunnah ahad dengan mutawatir (boleh)
d.
Sunnah mutawatir dengan sunnah ahad ( perbedaan
pendapat )
Di dalam Al-Qur’an menurut
al-Zarkasyi terdapat tiga macam naskh, khususnya dari segi tilawah dan
hukumnya, yaitu:
1.
Naskh dari segi bacaan dan hukumnya sekaligus.
2.
Nasakh hukumnya tanpa menasakh bacaannya.
3.
Menaskh bacaan ayat tanpa menaskh hukumnya.
A.
Bentuk-bentuk Naskh
1.
Naskh Sarih
2.
Naskh Dimni
3.
Naskh Kulli
4.
Naskh Juz`i
B.
Pendapat
Para Ulama Mengenai Nasakh
Ulama yang mengakui
Nasikh dan mansukh
Ulama yang mengakui adanya nasikh dan mansukh antara
lain:
a.
Imam Syafi`i
b.
Ibnu Kasir
c.
Al-Maragi
d.
Muhammad Rasyid Rida
e.
Sayid Qutub
f.
Manna Khalil al-Qattan
Para pendukung naskh
berpendapat bahwa naskh dilakukan jika:
1.
Jika terdapat dua ayat hukum yang saling berlawanan
serta tidak dapat dikompromikan,
2.
Harus diakui meyakinkan urutan turunnya ayat ayat
tersebut, yang lebih dahulu turun ditetapkan sebagai mansukh dan yang kemudian
sebagai nasikh,
3.
Hukum yang mansukh tidak bersifat abadi, tetapi
bersifat sementara. Karena itu hanya ayat-ayat tertentu yang bisa di-naskh.
Ada beberapa ayat
yang tidak bisa dinaskh. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab, diantaranya:
a.
Ayat ayat tersebut ada yang mengandung hukum pokok
yang tidak bisa berubah dengan sebab berubahnya situasi dan kondisi manusia.
Contoh: ayat yang berkaitan dengan akidah, ibadah,
keadilan, dan amanah
b.
Ayat –ayat tersebut ada yang secara tekstual
menunjukkan ketentuan hukumnya berlaku sepanjang masa.
c.
Ayat-ayat tersebut ada yang berisi berita yang tidak
mengandung perintah serta larangan.
Contoh: kabar tentang umat –umat terdahulu.
1.
Ulama yang menolak nasikh dan mansukh
Berikut adalah para ulama yang menolak adanya nasikh
dan mansukh:
1.
Abu Muslim al-Asfahani (tokoh mu`tazilah)
2.
Imam ar-Razi
3.
Muhammad Abduh
4.
Dr.Taufiq Sidqi
5.
Muhammad Khudari Bek
6.
Muhammad Abduh
Para ulama
yang menolak adanya naskh dan mansukh mempunyai alasan yang berdasarkan pada
ayat-ayat al-Qur’an yang sama dengan yang dikemukakan oleh para ulama yang
mendukung adanya naskh namun dengan penafsiran yang berbeda. Berikut
alasan-alasan mereka:
1.
Kandungan pada surat al-Baqarah ayat 106, para pendukung
naskh berpendapat bahwa adanya naskh dalam al-Qur’an ditujukan untuk para kaum
Yahudi yang telah mengingkari al-Qur’an atau merujuk pada wahyu yang diturunkan
sebelum al-Qur’an yang kemudian pada akhirnya digantikan oleh al-Qur’an.
Sehingga dapat dikatakan bahwa hokum-hukum yang terdapat didalam kitab suci
sebelum datangnya al-Qur’an diganti dengan yang lebih baik, yaitu al-Qur’an.
Kandungan pada surat an-Nahl ayat 101, jika dilihat dari segi
turunnya, ayat tersebut ditujukan untuk orang kafir yang tidak mempercayai
kerasulan Muhammad SAW., karena hukum yang berada didalam al-Qur’an tidak sama
dengan isi kitab –kitab yang datang sebelum al-Qur’an. Orang-orang kafir
berpendapat bahwa jika al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT., maka tidak akan
berbeda dengan kitab sebelumnya. Kemudian Allah SWT. menjawab bahwa Dia lebih mengetahui
apa yang terbaik untuk hamba-hambaNya untuk setiap zaman.
2.
Jika didalam al-Qur’an terdapat ayat yang dimansukh, berarti
didalamnya terdapat kesalahan serta saling berlawanan.
3.
Rasulullah tidak pernah menyatakan mengenai naskh
dalam al-Qur’an. Jika ada, Para
4.
Dikalangan para pendukung naskh tidak ada kesepakatan
dalam menentukan jumlah ayat yang mansukh.
Contoh: Menurut an-Nuhas terdapat 100 ayat lebih yang
mansukh, asy-Syuyuti 20 ayat, sedangkan asy-Syaukani berhasil mengkompromikan 8
ayat dari 20 ayat yang oleh asy-Syuyuti tidak dikompromikan.
Istinbâth al-ahkâm (menyimpulkan satu hukum)
No comments:
Post a Comment